perekmbangan karir,

Seriusnya Amerika Mempersiapkan Karir Anak-anak Sejak Usia Dini

18.49 Ena Nurjanah 1 Comments



Saya sangat tertarik ketika membahas mengenai perkembangan karir. Umumnya ketika seseorang berbicara tentang karir, maka yang menjadi tema pembicaraan adalah karir bagi orang-orang dewasa. Istilah karir seringkali hanya ditujukan bagi orang dewasa yang sibuk mencari kerja, ataupun orang dewasa yang sedang berusaha untuk meningkatkan karir yang dimilikinya sekarang.

Hampir tidak ada yang membicarakan karir bagi anak-anak. Rasanya terkesan seperti sebuah 'pemaksaan', apabila kita bicara masalah karir pada mereka yang masih berusia kanak-kanak.

Tahukah wahai orangtua dan guru.. Karir bagi anak-anak sejak usia dini bahkan sudah banyak dibicarakan oleh Amerika sejak puluhan tahun yang lalu. Literatur tentang pendidikan karir bagi anak juga sudah banyak yang ditulis. Bahkan sudah lama pula diterapkannya pendidikan karir sejak usia dini di bangku-bangku sekolah di Amerika (yaitu sejak anak-anak masuk kindergarten/ TK). 

Di sini saya fokuskan untuk berbicara tentang pendidikan karir di Amerika sesuai dengan literatur yang ada juga berdasarkan pada buku-buku  perkembangan karir yang telah saya baca dan pahami. Hampir sebagian besar buku-buku itu ditulis oleh para ahli dari Amerika. Berikut ini saya akan memaparkan ulasan kasus yang berkaitan dengan perkembangan karir pada anak Sekolah Dasar dengan setting kondisi yang terjadi di Amerika.  
Hal-hal yang saya tuliskan adalah untuk pembelajaran bagi bangsa kita di kedepannya...
Saya  ingin memberi satu wacana baru (mungkin tidak baru  bagi mereka yang sudah mengetahuinya) kepada para orangtua atau guru atau pun orang dewasa pada umumnya, betapa negara Amerika sudah begitu peduli akan masa depan seluruh anak-anak  mereka. Anak-anak sejak dini sudah mulai dipersiapakan kesuksesan karirnya, dan tidak menunggu hingga munculnya kebingungan ketika mereka lulus SMA dan bertanya-tanya, “mau kuliah jurusan apa?” bahkan ketika lulus kuliah, “mau kerja apa?”

Tentu saja satu hal yang perlu dicatat di sini adalah, mungkin sebagian pembaca akan merasa bingung dan agak aneh ketika mendengarnya, "anak-anak kok diajarkan tentang karir sejak usia sangat dini?" "Tidakkah itu satu bentuk pemaksaan?” Mungkin itu yang terbersit di benak para orangtua. 

Kalau kita sudah membaca literatur atau sudah pernah melihat secara langsung bagaimana pendidikan yang ada di sana, pasti akan merasakan hal yang sebaliknya. Pendidikan karir dibangun dengan landasan berbagai pendekatan keilmuwan yang terkait dengan anak-anak. Yang paling utama adalah  pemahaman yang utuh tentang psikologi perkembangan anak, psikologi pendidikan, dan juga berbagai pendekatan keilmuan lainnya. Semua itu membuat pendidikan karir diberikan  dengan  cara yang menarik dan bisa dinikmati serta sangat sesuai dengan tingkatan usia anak-anak.

Ada yang memang perlu diluruskan di sini. Bagi kita, di Indonesia, ketika berbicara tentang  karir, maka kita berbicara tentang bagaimana mencari pekerjaan atau bagaimana meraih suatu cita-cita. Adapun yang berkembang di Amerika adalah bahwa ketika berbicara tentang karir, itu artinya menjadi bagian dari pembahasan tentang perkembangan karir (career development).

Dari berbagai literatur yang ada, saya pun mengambil makna perkembangan karir dari  tesis saya yang berbicara tentang karir. Perkembangan karir dimaknai sebagai proses yang kompleks meliputi keseluruhan perjalanan kehidupan seseorang dan juga meliputi  keseluruhan peran maupun kedudukan yang diemban oleh seseorang. (dikutip dr tesis Ena Nurjanah, 2011).

Tahun 1994, Linda Seligman dari Virginia, USA menerbitkan buku yang berbicara tentang bagaimana memahami perkembangan karir mulai dari anak usia dini, kemudian bagaimana membuat agar pendidikan karir bisa diterapkan di dalam dunia pendidikan dengan mengintegrasikannya ke dalam setiap mata pelajaran yang ada di sekolah.

* * *

Saya akan mencoba menceritakan satu kisah dalam buku tersebut. Kisah ini bercerita tentang bagaimana pihak sekolah melalui psikolognya membantu seorang siswa yang mengalami masalah di sekolah. Kita akan melihat betapa kepedulian mereka akan perkembangan karir anak sesuai dengan tingkat pendidikan anak. 

Penyelesaian yang ditawarkan sangat komprehensif. Membuat saya merasa bangga dengan para pendidik di Amerika yang begitu perhatian  terhadap perkembangan yang ada pada anak  didiknya dan sekaligus sangat peduli akan perkembangan karir anak didiknya.

Berikut ini akan saya tuliskan kembali studi kasus yang ada dalam buku Seligman (1994).  Studi kasus ini akan bisa menjelaskan banyak hal  mengenai pola-pola perkembangan yang ada pada anak-anak dan juga bagaimana konseling dan prosedur assessment (pengukuran) yang dilakukan terhadap anak-anak Sekolah Dasar.

Studi kasus tentang seorang anak yang bernama Laura. Laura adalah seorang siswi di sebuah sekolah dasar. Laura telah dirujuk kepada konselor sekolah karena sikap inkonsistensinya ketika bergaul dengan teman-teman sebayanya di sekolah. Pada satu waktu Laura akan berperilaku baik dengan teman-temannya. Namun, lain waktu ia menjadi sangat dominan dan suka membuat teman-teman sebayanya menangis karena perbuatannya.

Saat Laura menemui konselor sekolah tidak terlihat bahwa ia menunjukkan tanda-tanda ketidakmampuan penyesuaian sosial. Laura adalah seorang anak yang mungil dan ramping dengan kacamata besar. Potongan rambutnya berantakan, memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, dan energik. Saat awal pertemuan dengan konselor sekolah Laura memulainya dengan mengatakan: "Terima kasih sudah memanggilku. Aku jadi bisa keluar dari kelas pelajaran matematika,"

Latar belakang Laura
Saat mulai konseling, Laura berusia 10 tahun. Duduk di bangku kelas empat Sekolah Dasar. Ia mengalami kesulitan sejak di taman kanak-kanak, dan ketika duduk di kelas satu Sekolah Dasar Laura menjadi sangat frustrasi karena mengalami banyak kesulitan. Hasil dari evaluasi,  Laura dianggap mengalami kesulitan belajar (learning disability). Menurut hasil evaluasi, kesulitan belajar Laura adalah karena mengalami hambatan dalam  integrasi visual-motor.

Prestasi Laura sangat rendah dalam  membaca, aritmatik, dan kemampuan menuliskan huruf-huruf. Kemudian Laura direkomendasikan untuk mendapatkan pelayanan pendidikan khusus. Berdasarkan laporan yang ada, Laura  membutuhkan remedial secara berkelanjutan. Saat duduk di kelas dua dan kelas tiga Laura ditempatkan di sebuah kelas khusus dengan rasio jumlah guru dan murid yang rendah. Memasuki kelas empat, Laura kembali memasuki kelas biasa. Laura tetap didampingi seorang mentor yang akan membantunya dalam penyesuaian di  kelas biasa.

Laura tinggal di pinggiran kota. Kedua orang tuanya bekerja penuh waktu. Ibunya seorang tenaga medis, dan ayahnya seorang sales di perusahaan automobil. Laura dan adiknya Kevin biasa dititipkan ke nenek dari ibunya saat mereka pulang dari sekolah. Kevin berusia 8 tahun dan duduk di kelas dua Sekolah Dasar. Kevin pelajar yang berprestasi, Ia sangat pandai dalam bidang akademis dan atletik.

Dari cerita Ayah Laura, ayahnya memiliki saudara laki-laki yang mengalami masalah dalam belajar. Waktu itu tidak ada program khusus yang diberikan bagi saudaranya itu. Ayah Laura lulusan SMA dan langsung harus bekerja untuk menopang kebutuhan keluarga besar. Ibu Laura menyelesaikan pendidikan 2 tahun di sebuah community college.

Persepsi Laura
Laura menggambarkan dirinya sebagai sosok yang tidak disukainya: “Aku pendek, anak perempuan paling pendek di kelas, dan aku juga pakai kacamata. Hal terburuk yang aku rasakan adalah aku punya banyak kesulitan di sekolah; Aku tidak pernah bisa dapat nilai A untuk matematika!” 

Namun di antara luapan kalimatnya, dia telah mengatakan hal-hal positif tentang dirinya. Laura telah mengikuti kelas balet sejak berusia 2 tahun. Dia punya banyak koleksi boneka porselen. Musim panas ini ia akan ikut space camp (kemah ruang angkasa) dan dengan bangga Laura mengatakan bahwa ia ingin menjadi astronout seperti pamannya. Dia juga mengatakan bahwa ia suka membuat cerita dan menawarkan untuk menceritakan tulisan terakhirnya kepada konselor.

Laura menceritakan gambaran positifnya tentang keluarganya. "Ibu dan ayah bekerja keras, namun mereka selalu punya waktu untuk menemani dan membacakan kami cerita saat menjelang tidur. Pada hari Sabtu, kami biasa pergi ke taman dan main bola." Laura kurang suka dengan adiknya, Kevin. “Kevin sering menyakiti aku. Dia pernah  merusak mainanku. Kevin hampir setinggi aku."

Bagi Laura, nampaknya teman memiliki tempat tersendiri. "Mereka selalu mengolok-olok tulisanku dan selalu menjadikan aku sebagai pilihan terakhir untuk dilibatkan dalam permainan. Kadang-kadang mereka mentertawakanku ketika aku bertanya di kelas." Laura bingung mengapa anak-anak tidak menyukainya sekalipun mereka belum mengenal siapa dirinya. Pada saat anak-anak seusia Laura bersenang-senang dengan banyak berteman, Laura malah kesulitan untuk mencari teman.

Dari sini jelas terlihat bahwa Laura telah mendapat pesan negatif dari teman-teman sebayanya, hampir semua memberikan gambaran negatif tentang dirinya.  Bagi anak seusai Laura, teman sebaya memiliki pengaruh yang besar bagi gambaran tentang dirinya (self-image) dan juga bagi keberhargaan dirinya (self-esteem). Melalui kelompoknya, anak-anak bisa melihat tentang dirinya sendiri dan mengembangkan gambaran yang realistis tentang dirinya. Dalam kasus Laura, Ia mendapat gambaran yang negatif  dari teman sebayanya yang bisa jadi karena ketidak sabaran teman-teman Laura  melihat kelambanan Laura dalam belajar.

Laura menambahkan cerita tentang sekolahnya. "Aku tahu aku punya masalah dengan belajarku," kata Laura. "Orangtuaku sudah menjelaskan hal itu padaku. Mereka bilang  aku tidak bodoh, menurut mereka aku hanya harus belajar lebih banyak untuk memahami sesuatu." Laura mengatakan dia sangat menyukai pelajaran olahraga, seni, dan menulis (mengarang cerita). Pelajaran matematika dan membaca dianggapnya paling sulit. Laura sangat suka bermain di luar seperti balet, bermain dengan anjingnya, dan menonton program tentang kegiatan di luar ruang angkasa.

Sepulang dari sekolah, Laura harus segera  pulang ke rumah neneknya, kemudian bermain. Dia biasa membantu pekerjaan rumah tangga seperti merapikan meja makan dan membersihkan kamar tidur. Laura harus mengerjakan PR-nya sebelum waktu makan malam. Laura punya sedkit kesempatan untuk mengembangkan hubungan dengan teman sebayanya. 

Saat Laura bermain dengan teman sebayanya, dia suka menjadi guru, bermain dengan boneka, dan main sepak bola. Jika bermain Laura sangat taat akan aturan, ia akan sangat marah jika melakukan kesalahan saat bermain. Laura cenderung sangat kritis terhadap dirinya sendiri dan perfeksionis yang membuat ia jadi susah untuk berteman. Laura sendiri pernah bilang: “mereka bilang aku ini bossy, padahal aku hanya ingin mengikuti aturan permainan.”

Tahun ini, Laura terpilih  masuk dalam kelas menulis kreatif bagi anak berbakat. Di tempat ini, ide lebih penting dari sekedar kebenaran pengucapan satu kata. Bahkan guru kelas menulisnya pun melihat bahwa Laura bisa berkembang lebih baik lagi dibandingkan dengan teman-temannya.

To be continued: ......
penulisan selanjutnya melihat bagaimana  penyelesaian bagi Laura.


You Might Also Like

1 komentar: