Parenting Tips

Cara Mengatasi Anak Bermasalah

20.28 Ena Nurjanah 0 Comments



Diawali dengan sebuah kisah :

Pada suatu masa, hiduplah tiga orang pebisnis. pebisnis pertama adalah seorang yang sangat keras, yang kedua sangat lemah, dan yang ketiga adalah pebisnis yang tegas tapi baik hati.

Suatu Ketika mereka mendapati pegawai mereka lupa mematikan mesin foto kopi pada hari libur kerja. Reaksi berbeda ditemukan pada ketiga pebisnis tersebut.

Pebisnis pertama mengatakan : "kamu keterlaluan, sangat tidak bertanggung jawab!", katanya lagi "kamu tidak boleh  istirahat selama satu minggu!".

Pebisnis kedua ketika mengetahui hal itu hanya berguman pada dirinya sendiri "seharusnya saya tidak melihat peristiwa ini, inginnya saya punya  pegawai seperti saya, semoga saja tagihan listrik saya tidak membengkak".

Pebisnis ketiga berkata kepada pegawainya:" Saat saya tahu bahwa mesin foto kopi tidak dimatikan ketika libur kerja, saya merasa sangat kecewa karena hal itu akan membuat tagihan listrik saya meningkat. Jika hal ini terulang kembali saya akan meminta kamu membayar kelebihan tagihan listrik ".

Selang waktu setelah dua tahun...

Pebisnis yang terlalu keras dan terlalu lemah bangkrut perusahaannya. Mengapa bisa terjadi? Karena pebisnis yang terlalu keras terus menerus mencari pegawai baru.  Para pegawainya takut dengan majikanya, mereka tidak tahan berlama-lama bekerja dengan majikan yang terlalu keras.

Sebaliknya dengan pebisnis yang sangat lemah, pegawainya tidak pernah berhenti. Ia tidak perah takut dengan majikanya. Tapi, pegawai ini sangat tidak suka dengan majikannya. Dia menganggap majikannya sebagai orang yang gampang dipengaruhi. Semakin lama, pegawainya semakin malas, ia datang terlambat, menghabiskan waktu bercanda lewat email dengan temannya mentertawakan kelakuan majikannya dan dia pun tidak pernah mematikan mesin fotokopi disaat libur kerja. Akhirnya perusahaanpun bangkrut.

Bagaimana dengan pebisnis yang tegas dan baik hati? Sangat disayangkan ternyata si pegawainya selalu lupa mematikan mesin hingga tiga kali. Dan si pegawai harus membayar kelebihan biaya listrik. Setelah tiga kali kejadian berulang, akhirnya ia tidak pernah lupa lagi untuk mematikan mesinnya. Pada akhirnya perusahaanpun bisa tumbuh berkembang. Pebisnis tersebut akhirnya memiliki ratusan pegawai yang rajin bekerja. Dan tahukah anda? Pegawai pertamanya yang 3 kali lupa mematikan mesin berkat arahan, bimbingan dan dorongan majikannnya akhirnya menjadi pebisnis baru yang sukses.

Sebuah Kerjasama? Apakah Hanya ada dalam cerita?

Sebenarnya cerita tersebut bisa juga terjadi dalam sebuah keluarga. Terutama dalam kaitannya dengan hubungan antara orangtua dan anak dalam menerapkan pengasuhan. Ada orang tua yang menerapkan metode pengasuhan yang terlalu keras (authoritarian), ada yang terlalu lemah (permissive), dan ada juga yang tegas tetapi baik hati (authoritative).


Sikap tegas dan bijaksana seperti kisah majikan dan pegawainya, bisa juga terjadi antara orang tua dan anak  saat berinteraksi dalam berbagai peristiwa sehari-hari di rumah.



Dari kisah di atas, ada 2 ketrampilan yang harus juga bisa dikuasai oleh orang tua, yaitu:

1) Ketrampilan #1 
Menyampaikan pesan dalam bentuk "I- messages" (pesan saya).
Jika kita lihat pada pebisnis yang terlalu keras, dia berkata kepada pegawainya dengan cukup keras "kamu keterlaluan, kamu sangat tidak bertanggung jawab!" Sikapnya  menyalahkan dan menyerang, ditambah lagi dengan intonasi yang menunjukkan kemarahan

            "Kamu memang bodoh !"
            "Kapan kamu bisa belajar !"
            "Kamu ceroboh sekali !"

Jika kita berbicara kepada anak seperti itu, mungkn perasaan mereka pun akan hancur, merasa dipermalukan. Mereka akan kehilangan rasa hormat pada orangtua mereka.

Jadi. apakah kita harus mendiamkan saja? Seperti yang dilakukan oleh pebisnis yang terlalu lemah? Tentu saja tidak, karena pebisnis yang lemah pun menjadi tidak dihormati oleh pegawainya. Dia akan menganggap majikannya pengecut.

Anak yang dibesarkan dengan orangtua yang permisif pun akan melihat bahwa mereka bisa mengatur  orangtua sesuai keinginan mereka.

Bagaimana dengan majikan yang tegas dan baik hati? Dia tidak menyalahkan atau mengkritik. Ia mengungkapkan perasaannya kepada pegawainya melalui 'I- message'
"Ketika saya tahu mesin tidak dimatikan saat libur kerja, saya merasa kecewa karena tagihan listrik pasti akan meningkat".

'I- message' menghargai setiap orang dan setiap anak. Anak- anak akan lebih terbuka untuk mendengar dan memperbaiki kesalahannya jika ia mendengar 'I- message' karena mereka merasa nyaman dan dihargai. Pada akhirnya anak pun  akan menghargai orangtuanya.

'I- message' bukan sebuah kritikan karena seseorang yang menyampaikan  dalam bentuk  'I-message'  berbicara pada dirinya sendiri bukan untuk menuding orang lain, berikut ini caranya:

          "Ketika............(utarakan apa yang terjadi)
          Saya merasa....(utarakan perasaan anda)
          Karena....(utarakan alasan mengapa perasaan anda demikian)

Contoh kasus dalam sebuah keluarga :
           
               Rani, 8 tahun, melempar bola di ruang keluarga
               "Ketika bola dilempar di dalam ruang keluarga
                Saya khawatir
                Karena bisa mengenai lampu dan memecahkannya


Saat penggunaan 'I-message' yang perlu diingat adalah gunakan intonasi yang wajar.
Kemudian, bagaimana jika Rani tetap melempar bola meski anda sebagai orangtua sudah mengingatkanya?

Haruskah mengulang kembali kalimat tersebut? Sebaiknya tidak perlu, karena pengulangan terus menerus  justru akan membuat anda terdorong untuk marah-marah. Juga akan membuat Rani kurang memperdulikan ucapan anda,dia akan menganggap bahwa aturan itu tidak berarti baginya.

'I- message' cukup satu kali saja, jika Rani tetap saja melempar bola di ruang keluarga berikan ia konsekuensi.

2) Ketrampilan #2
Memberikan Konsekuensi.

Dalam kisah pebisnis pertama dia mengatakan "Tidak boleh istirahat selama satu minggu" sebagai bentuk hukuman pada pegawainya. Hal ini justru membuat tidak ada pegawai yang tahan bekerja dengannya karena para pegawainya  selalu merasa diperlakukan dengan keras.

Dalam kasus Rani, jika saja Rani diberi hukuman "Tidak boleh lagi nonton TV!", ia mungkin segera berhenti melempar bola. Namun, apa dampaknya? Rani justru akan  marah, sakit hati, dan merasa sangat diabaikan. Bahkan bisa jadi ia masih melempar bola lagi ketika orangtuanya  tidak ada di ruang keluarga, atau mungkin ia malah bersikap menentang dan ingin membalas sikap orangtuanya.

Konsekuensi lebih efektif dalam jangka panjang

Majikan yang tegas dan baik hati mengatakan tentang konsekuensi kepada pegawainya : " jika mesin ini tidak dimatikan lagi, maka saya akan meminta kamu membayar kelebihan biaya listrik"
Berhasilkah?

Ya, namun tidak  secepat penggunaan hukuman ( seperti perkataan "tidak boleh istirahat !"). Pengalaman pegawai yang harus membayar listrik sebanyak 3 kali karena kelalaiannya pada akhirnya menyadarkan pegawai tersebut untuk tidak mengulangi lagiMeskipun membutuhkan waktu cukup lama, namun hasil yang dicapai adalah solusi yang jelas dan dengan cara saling  menghargai. Semua itu membuat pegawai tetap mau bekerja dengan senang hati, penuh tanggung jawan dan menjadi pekerja yang rajin.

Bagaimana konsekuensi yang harus diambil dengan kasus Rani?

Perlu diingat konsekuensi berbeda dengan hukuman. Konsekuensi dilakukan dengan sangat halus dan logis yaitu hanya berkaitan dengan perilaku yang salah. 

Jadi, perkataan seperti "tidak boleh nonton TV!" kurang pas dan tidak ada kaitannya dengan melempar bola di ruang keluarga. (Rani mungkin akan berpikir: tidak boleh nonton TV? Itu tidak adil !")

Lebih baik berikan konsekuensi kepada Rani : "jika kamu melempar bola di ruang keluarga lagi maka saya harus mengambil bolamu dan menahannya selama 8 menit (menitnya mengikuti usia Rani). Konsekuensi disampaikan dengan suara yang penuh perhatian dan hanya 1 kali diucapkan. 

Rani mungkin menggerutu : "Saya tidak suka tapi saya juga tidak mau kehilangan bola saya- mungkin lain kali saya harus lebih hati-hati lagi"

Rani akhirnya mendapatkan kembali bolanya setelah 8 menit. 

Jika ia mengulangi kembali, konsekuensi waktunya bisa ditambahkan lagi. Orangtua bisa katakan: "Saya rasa kok sulit sekali mengingatkan mu untuk tidak melempar bola di ruang keluarga, Saya akan menahan bola lagi hingga  12 menit. 

Dan begitu seterusnya. Hingga akhirnya Rani harus menunggu bolanya kembali esok hari.
Yang perlu diperhatikan di sini adalah: Awalnya perilaku Rani bisa jadi semakin buruk atau ia akan berteriak: "aku ga peduli! Masa bodo!" saat orang tua  menerapkan konsekuesi. 

Tindakan  Rani adalah menguji apakah sikap orangtuanya tegas atau lemah. Jadi, jangan menyerah. Jika Rani mendengar 'I-message' diikuti dengan  konsekuensi yang tidak terlalu berat, ia akan menyadari bahwa orangtuanya sudah bersikap tegas. Pada akhirnya, Rani akan bisa diajak kerjasama ketika mendengar pesan orangtuanya.

Berhati-hatilah !
Bahaya Menghukum (termasuk memukul)
  1. Anak menjadi takut kepada orangtuanya. Mereka tidak berani menceritakan masalah yang mereka alami.
  2. Anak belajar bahwa teriak dan hukuman adalah cara yang tepat dalam menyelesaikan masalah ketika mereka berseteru dengan teman atau saudaranya sendiri.
  3. Anak yang lebih besar akan menjauhi orangtuanya bahkan mereka menjadi berani melawan orangtuanya.
  4. Anak cenderung akan semakin berbuat salah  agar bisa menghindari teguran orang tuanya.

                                                                    sumber: the parent's handbook by Don Dinkmeyer etc.

0 komentar: