Penjara bukan tempat terbaik bagi Anak (bag.3)

21.51 Ena Nurjanah 0 Comments

Hari Kesepuluh

Agenda saya hari ini adalah mendatangi Polres setempat untuk bertemu Kepala Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (Kanit PPA) dengan tujuan untuk menanyakan perkembangan kasus A dan juga menanyakan siapakah yang akan menjadi penasehat hukum A.

Kanit PPA nya seorang polwan. Ibu Z yang ramah dan sabar mendengarkan berondongan pertanyaan dari saya yang jujur bisa dikatakan pemain baru untuk terlibat dalam penyelesaian kasus hukum seperti ini.
Dari informasi ibu Z diketahui bahwa A masih berada di sel tahanan Polsek tertentu yang memiliki tempat yang layak bagi tahanan anak. Ibu Z juga mengatakan bahwa telah banyak penasehat hukum yang datang menawarkan diri untuk menjadi penasehat hukum A.
Ibu Z menjelaskan bahwa penentuan siapa yang akan menjadi penasehat hukum bagi A sepenuhnya menjadi kewenangan keluarga A. Pihak Polres dalam hal ini melalui PPA hanya member saran saja kepada keluarga, namun pilihannya tetap ada pada keluarga A.
….

Waktu terus berjalan hingga memasuki bulan maret. Itu artinya A sudah menjalani masa penahanan penyidikan hampir 13 hari.

……

Pertengahan maret

Saya mengontak ibunya A. Saya menanyakan kepada beliau siapakah yang akan menjadi penasehat hukum bagi A. Hal ini penting bagi saya agar segera bisa berkoordinasi dengan penasehat hukum A dalam pemenuhan hak-hak A sebagai anak sekaligus sebagai pelajar yang sudah berada diambang Ujian Nasional.
Saya juga tidak lupa mengontak keluarga S yang menjadi korban kebrutalan A. Saya menanyakan kondisinya dan mendo’akan kesembuhannya.

….

Dua hari kemudian..
Setelah saya menelpon keluarga korban dan keluarga pelaku saya pun mengunjungi kediaman mereka.
Kunjungan pertama adalah rumah S. kunjungan saya kali ini pun  ternyata belum berhasil bertemu dengan S. Ternyata, kemarin S dibawa kembali ke Rumah sakit. S yang sudah memasuki hari ketiga di rumah ternyata masih kesulitan untuk mencerna makanan. Sehingga setiap makanan yang masuk ke perutnya akan membuat ia menjadi mual dan muntah dan kemarin S mengalami kondisi yang mengkhawatirkan sehingga keluarganya membawa kembali S ke rumah sakit yang selama ini sudah merawat S.
Saya hanya bertemu dengan bapak S. Bapak S mengungkapkan unek-unek yang dirasakannya mengenai keadaan anaknya kepada saya. Bapak S khawatir bahwa anaknya tidak akan menjadi sempurna kondisinya karena begitu banyak tusukan yang dideritanya. Bapak S tidak setuju dengan banyaknya pemberitaan bagi si pelaku, karena menurutnya seharusnya anaknya lah yang  menjadi korban yang seharusnya mendapat perhatian dari berbagai media bukan malah mengekspos si pelaku dan seakan-akan hanya mengasihani si Pelaku yang ditahan sedang anaknya yang menjadi korban malah sangat minim pemberitaan. Bapak S berharap anaknya lah yang banyak mendapat pertolongan dan bukan kepada pelaku.
Saya menyadari keterbatasan pemahaman bapak S, namun saya tidak berani banyak menyela. Suatu hal yang wajar jika pada saat ini  bapak S marah. Saya biarkan bapak S menumpahkan kemarahannya pada saya.  Hingga kemudian akhirnya kemarahan bapak S mereda.
Dalam pertemuan dengan bapak S dengan berat hati saya harus jujur  mengatakan bahwa keberadaan saya adalah untuk membantu kedua belah pihak baik korban maupun pelaku, karena kedua-duanya masih anak-anak jadi harus tetap dilindungi hak-haknya.
Namun, saya juga menegaskan kembali kepada bapak S, bahwa apa yang saya lakukan karena ada landasan hukumnya bukan tindakan semau saya yang tanpa dasar. Bantuan yang saya berikan kepada pelakupun sesuai dengan apa yang memang sudah ada dalam undang-undang perlindungan anak maupun dalam undang-undang yang terkait dengan ABH (Anak Berhadapan dengan Hukum)
Saya juga mengingatkan bahwa bantuan terhadap korban telah dilakukan oleh  pihak pemkot. Sesuai dengan aturan yang ada bahwa anak yang menjadi korban wajib mendapatkan biaya pengobatan gratis. Untuk selanjutnya saya berjanji pada bapak S akan mencoba berkoordinasi dengan pihak kementerian sosial terkait bantuan biaya pendidikan bagi korban.
Saya juga menanyakan apa yang menjadi keinginan bapak S terhadap A dan keluarganya. Bapak S sangat ingin pihak keluarga A mau datang ke rumahnya dan mau meminta maaf dengan tulus kepada keluarga korban. Bapak S mengatakan bahwa ia tidak dendam. Sebagai orang yang beragama ia mengaku bahwa ia harus bisa memaafkan si pelaku, namun demikian ia tetap berharap bahwa hukum bisa ditegakkan seadil-adilnya bagi pihak korban yang sudah menderita luka berat.
Setelah cukup lama perbincangan saya dengan bapak S, akhirnya saya pun pamit pulang. Saya berjanji pada bapak S akan menyampaikan apa yang menjadi keinginan bapak S terhadap keluarga pelaku.
Kedatangan saya ke rumah S hari ini ternyata bersamaan dengan  kehadiran wartawan salah satu stasiun TV. Rupanya kasus ini sedang menjadi berita menarik, namun saya tetap berharap tidak perlu ada ekspos identitas anak dalam pemberitaan mereka.

to be continued...




You Might Also Like

0 komentar: