Artikel di media,

Siswa Berseragam Kena Razia Bolos Sekolah, Salah Siapa?

14.59 Ena Nurjanah 0 Comments


Berita Pagi ini cukup mengusik perhatian. 

Siswa berseragam kena razia orangtuanya di warnet.


Cukup menarik melihat bagaimana para orangtua menyikapi kondisi anak-anak mereka yang sering bolos sekolah. Dalam berita tersebut terlihat bagaimana para orangtua mendatangi sebuah warnet, dan ternyata salah satu dari orangtua tersebut mendapati bahwa anaknya sedang asyik bermain dengan salah satu komputer warnet tersebut.

Reaksi yang kemudian terlihat dari orang tua  siswa tersebut adalah menangis meraung-raung, mengeluarkan kata-kata yang menunjukkan berbagai ungkapan kekecewaan terhadap anaknya tersebut.

Berita tersebut hanya menyoroti orang tua, khususnya para ibu yang datang melakukan razia terhadap wanet tersebut.

Pertanyaan-pertanyaan saling berkaitan pun bermunculan dalam benak:

Mengapa siswa suka untuk membolos sekolah? Mengapa mereka  lebih memilih untuk bermain di warnet ketimbang  belajar bersama para guru? Mengapa sekolah tidak disukai oleh siswa? Cukupkah bagi para orang tua dengan memarahi anaknya karena membolos?


Mari kita telusuri akar permasalahan.

Sekolah adalah institusi pendidikan yang menjadi sarana bagi pencerdasan anak bangsa.  Jabaran yang lebih lengkap  mengenai tujuan pendidikan disebutkan dalam UU no 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dalam Bab II pasal 3 disebutkan bahwa pendidikan nasional bertujuan  untuk “mengembangkan  potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.

Dari peristiwa yang disorot oleh media tersebut, jelas menunjukkan bahwa anak didik belum mampu untuk menjadi siswa yang bertanggung jawab atas dirinya sendiri. Mereka meninggalkan kelas yang seharusnya menjadi tempat mereka mencari ilmu, tempat untuk mencerdaskan diri mereka sendiri. Ketika mereka meninggalkan sekolah di saat jam belajar, itu sama artinya bahwa mereka juga telah membohongi orang tua dan guru mereka.

Apakah ini kesalahan anak sepenuhnya?
Patutkah orang tua/ guru memarahi dan menghukum anak-anak yang bolos ini?

Tidak sederhana menjawab pertanyaan-pertanyaan itu.

Berbicara tentang sekolah, tidak hanya semata-mata bicara tentang guru dan siswa. Ada banyak hal yang harus menjadi perhatian semua pihak. Terutama harus menjadi perhatian bagi pihak-pihak penyelanggara pendidikan di sekolah. Berbicara tentang sekolah berarti berkaitan dengan lingkungan sekolah, sistem yang ada di sekolah, infrastruktur yang ada di sekolah, para penyelenggara pendidikan di sekolah yang meliputi: guru, kepala sekolah, pegawai administrasi, dan staf lainnya. Kesemuanya itu menjadi pendukung kelancaran kegiatan di sekolah.

Jika lebih dicermati lagi, maka kita akan melihat bahwa penyelenggaraan pendidikan di sekolah ditujukan bagi anak-anak didik. Bagi anak-anak bangsa yang akan menjadi generasi penerus keberlangsungan negeri ini. Jadi, anak didik seharusnya menjadi sentral dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Bukan semata-mata objek yang bisa diperlakukan sekehendak orang dewasa. 

Kesadaran akan hal ini seharusnya mendorong semua pihak agar memaksimalkan usaha agar anak berkenan, mau dan bisa dididik di sekolah dengan baik, sehingga dapat mencapai hasil yang diharapkan  para orang tua dan guru dan terutama sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.
Namun, pada kenyataan sekarang ini, Mendorong anak untuk mencintai sekolah itu tidak mudah. 

Dunia sekolah lebih sering dipersepsikan oleh siswa didik sebagai tempat yang tidak asyik/ tidak menyenangkan, belum lagi mereka berpikir dengan banyaknya tugas dan pekerjaan rumah,  pelajaran yang tidak disukai, guru yang membosankan, guru yang killer, dsb.  

Semua itu mendorong anak lebih memilih berada di tempat bermain dari pada di sekolah. Era sekarang ini,  anak didik lebih tertarik berada di warnet untuk bermain game. Di warnet mereka bisa bermain apapun, tentu saja semua cuma dalam bentuk virtual. Ketiadaan lahan nyata untuk bermain/ berolah raga juga membuat anak  minim pilihan untuk bermain yang menyenangkan dengan teman-temannya.

Mengapa anak lebih memilih bermain game di warnet dari pada mereka belajar di sekolah? Jawaban yang sudah pasti adalah bahwa bermain di warnet lebih menyenangkan dari pada belajar di sekolah. 

Dari sini kita bisa melihat, ada yang hilang dalam dunia pendidikan kita. ‘Sekolah/belajar kalah menyenangkan dari warnet’, atau ‘sekolah bukan tempat menyenangkan bagi anak’.

Perlu kiranya kita semua memahami tentang dunia anak, persepsi dan kemampuan penalaran anak. Apa yang dilakukan oleh anak lebih sering masih bersifat emosi belum menyentuh pada kesempurnaan nalar orang dewasa. 

Anak sesugguhnya sosok yang belum matang nalarnya. Dengan masih kental sifat kekanak-kanakannya ia hanya akan mengikuti kemana kesenangan yang ia dapat. Mereka tidak pernah bisa berpikir lebih jauh dampak dari sikap bolos sekolah mereka terhadap masa depan mereka. Orang-orang dewasalah yang seharusnya bisa memahami kondisi mereka. 

Anak-anak sekarang memang memiliki postur tubuh yang besar, namun cara berpikir mereka tetaplah masih sederhana, mereka masih tetaplah sebagai anak-anak yang butuh bimbingan. Jadi jangan terjebak menilai bahwa mereka sudah dewasa, hanya karena mereka bertubuh besar.

Yang seharusnya bisa dipahami adalah bahwa kesalahan yang terjadi pada anak  didik adalah cermin bagi orang tua/guru untuk mengintrospeksi diri terhadap pendidikan maupun penyelenggaraan pendidikan bagi anak didiknya.

Keengganan anak pada sekolah biasanya karena mereka tidak mendapatkan kenyamanan ketika berada di kelas/ sekolah. Bahkan kadang mereka justru merasa ketakutan ketika berada di sekolah, diantaranya seperti takut terhadap PR yang belum mereka kerjakan, takut terhadap tugas-tugas yang menumpuk sementara mereka belum mengerti pelajarannya, takut terhadap kata-kata kasar gurunya yang bisa mempermalukan mereka di kelas, takut hukuman, bosan dengan pelajaran, bosan dengan cara guru mengajar, dsb. 

Semua permasalahan yang mereka rasakan tidak ada jalan keluarnya bagi mereka. Karena pendidikan kita-baik di rumah maupun di sekolah- seringkali monolog, kalau tidak mau dikatakan bahwa kita orang dewasa seringkali bertindak secara otoriter. Anak/ murid  tidak boleh protes, tidak boleh membantak, tidak boleh mengeluh, harus menuruti semua perkataan orangtua/guru. Kebuntuan komunikasi dengan orang tua dan guru mendorong  anak mencari sendiri cara penyelesaian sesuai dengan kemampuan dan kemauan  mereka. Solusi yang mereka ambil tanpa pernah memikirkan apa dampaknya. Akhirnya yang sering kita saksikan adalah anak-anak yang lebih  memilih  bermain game di warnet pada jam-jam seharusnya mereka berada di sekolah.

JIka saja para orang tua, para guru, para penyelenggara pendidikan berusaha memahami kondisi anak didik. Mereka pasti berusaha mencari tahu bagaimana cara memotivasi anak didik agar mau belajar di sekolah. Jika anak didik  mau datang ke sekolah dengan penuh motivasi, dengan senang hati, tentunya akan dengan mudah meminimalisir kejadian bolos sekolah. Sekalipun anak suka bermain game mereka akan berusaha mengendalikan keinginan mereka dan tidak ingin meninggalkan sesi pelajaran di kelas/di sekolah yang menyenangkan mereka.

Harus disadari bersama, bahwa masalah yang terjadi pada anak didik adalah menjadi tanggung jawab bersama yang harus bisa diatasi baik oleh orangtua maupun para guru di sekolah.

Pihak  guru dan para penyelenggara pendidikan di sekolah harus mampu menciptakan iklim sekolah yang menyenangkan bagi siswa didik. Membuat anak didik selalu rindu untuk datang ke sekolah. Keramahan para guru, kepala sekolah dan staf ; kenyamanan lingkungan sekolah ; komunikasi dialogis yang santun antara murid  dan  guru di lingkungan sekolah ; tidak ada hukuman tanpa dibahas bersama siswa didik; semua itu akan memangkas banyak persoalan yang dihadapi anak-anak didik di sekolah. Mereka akan lebih memilih sekolah dibandingkan berada di lingkungan lain yang tidak mereka kenal dengan baik.

Pihak Orang tua harus bertanggung jawab agar bisa mengkondisikan sehingga anaknya mencintai sekolahnya, suka untuk bersekolah. Orang tua  tidak cukup hanya dengan memarahi anak yang membolos tersebut, bahkan seringkali kemarahan orang tua bisa menimbulkan masalah baru , karena hasil dari dimarahi itu bisa dua, jadi penurut atau membangkang. Jadi, ada baiknya dipikirkan cara lain untuk mendisiplinkan anak yang telah melakukan kesalahan. Kemarahan orangtua harusnya tetap dalam koridor ingin memberikan yang terbaik bagi anak, bukan hanya sekedar emosi yang tak bertepi sehingga anakpun bingung atau gusar mensikapinya.

Yang harus dilakukan orang tua jika kedapatan anaknya bolos dan asyik bermain di warnet adalah ajak anak berbicara baik-baik dan cukuplah pembicaraan itu antara anak yang bersangkutan dengan orang tuanya. Perlu diperhatikan juga bahwa masalah anak bukan untuk disebar luaskan ke pihak-pihak yang tidak berkepentingan, hargai privasi anak, jangan  permalukan anak dengan kesalahan yang sudah ia perbuat. 

Jangan langsung menyalahkan dan memarahi, tetapi  perlu ditanya kan alasannya mengapa anak lebih memilih bermain warnet dari pada belajar di sekolah. JIka orangtua memberikan kenyamanan pada anak saat melakukan dialog tersebut, maka informasi pun akan mudah digali dari anak, karena ia tidak takut untuk mengungkapkan apa yang ia rasakan, karena ia yakin bahwa orangtuanya cukup baik menghadapi dirinya. Jika orangtua sudah menemukan akar permasalahan dan juga apa yang dirasakan oleh anak  maka bantulah  mencarikan solusi bagi anak. 

Bantulah agar anak  bisa termotivasi kembali untuk mau belajar di sekolah. Kehadiran orangtua yang memberi solusi bagi anak sesungguhnya obat mujarab terhadap permasalahan yang dihadapi anak-anak saat ini. Terlebih bagi anak yang menginjak remaja dengan segudang masalah yang dihadapinya, belum lagi dengan sikap mereka yang masih sangat egosentris seolah-olah hanya merekalah yang paling banyak masalahnya. Namun, dengan hadirnya orangtua yang siap mendampingi mereka dalam mengarungi masalahnya akan meringankan langkah mereka untuk mau diajak kepada kebaikan.

You Might Also Like

0 komentar: