no child left behind,
(PENTING) Perkembangan Karir Anak - Seriusnya Amerika Mempersiapkan Karir Anak Sejak Usia Dini (2)
Masih ingat anak ini?
Dia adalah Laura.
Bagi yang masih bingung siapa Laura,
silahkan melihat bagian sebelumnya dari blog post ini.
Bagian kedua ini melihat bagaimana penyelesaian yang dilakukan bagi Laura.
Perkembangan karir (Career Development) Laura
Dari pertemuan dengan Konselor, Laura menyebutkan beberapa cita-citanya antara lain ingin menjadi astronout, guru, atau pekerja medis. Pastinya cita-cita Laura dipengaruhi oleh beberapa role model seperti pamannya yang merupakan seorang astronout, guru kelas di sekolahnya, dan ibunya yang bekerja di rumah sakit. Laura tidak terpengaruh oleh pandangan tradisional mengenai cita-cita bagi gender tertentu. Laura malah merasa bisa melakukan peran yang biasa dilakukan oleh kaum laki-laki, yaitu menjadi peneliti ruang angkasa. Ketiga cita-cita pilihan Laura membuat dirinya bangga dan hebat, sesuatu yang sangat ia dambakan pada saat ini.
Perkembangan karir dipengaruhi dan dibentukan oleh harapan pribadi, keluarga, maupun harapan terhadap pekerjaan itu sendiri agar hidup menjadi lebih bermanfaat.
Konselor mengajukan beberapa pertanyaan kepada Laura mengenai rencananya di masa yang akan datang. "Hidup seperti apa yang Laura inginkan nanti ketika ia menjadi orang tua dan apa yang menurutnya paling penting ketika dia menjadi orangtua nanti?"
Seperti anak-anak seusianya, ketika dewasa nanti Laura ingin mengembangkan dirinya dan memiliki pekerjaan yang berarti bagi dirinya. "Aku ingin menikah, punya dua anak dan punya banyak anjing. Mungkin aku suka hidup di daerah pertanian. Aku juga mau kuliah seperti ibuku. Suatu saat aku juga akan menulis buku untuk anak-anak." Dari ungkapan Laura, sangat jelas kalau dalam dirinya sudah muncul nilai-nilai positif sebuah hubungan keluarga yang akrab, kreativitas, semangat akan pendidikan, dan juga kecintaan akan lingkungan.
Hambatan-hambatan dalam Perkembangan
Meskipun Laura sudah bisa menyebutkan citra-citanya dengan jelas, ada beberapa hal yang muncul sepanjang sesi konseling. Hambatan ini bisa menjadi penghalang bagi Laura dalam meraih cita-citanya.
Laura lebih sering mendengar pesan negatif tentang dirinya ketimbang pesan positif.
Laura lebih sering fokus pada kekurangannya dibandingkan dengan kelebihan yang ada dalam dirinya. Secara umum, hubungan Laura dengan teman-teman sebayanya tidak terlalu bagus, dan Laura harus didorong untuk meningkatkan hubungan baiknya dengan teman-teman sebayanya.
Menurut Erikson, perkembangan psikososial anak-anak seusia Laura berada dalam fase industry versus inferiority. Kondisi Laura saat ini, ia kurang beruntung dalam kesempatan bersosialisasi, ia tidak memiliki teman dekat, dan ia tidak percaya akan kemampuan yang dimilikinya. Padahal semua itu sangat penting untuk bisa membangun perasaan industry. Namun demikian, Laura memiliki motivasi dan semangat untuk bekerja keras. Saat ditanya mengenai kesulitannya dalam pelajaran matematika, ia menjawab "aku mesti banyak berlatih." Untuk mengatasi hal tersebut melalui pendampingan dari keluarga dan pihak sekolah, Laura bisa dibantu agar bisa mengembangkan ketrampilan sosial dan juga membangun harga dirinya.
Pengukuran (Assessment) bagi Laura
Meskipun banyak alat tes yang bisa digunakan untuk anak-anak usia Sekolah Dasar, namun kebanyakan alat tes tersebut merupakan tes kemampuan (tests of ability) yang biasa dibutuhkan oleh para guru untuk tujuan pengajaran bagi anak didiknya dan bukan untuk para konselor.
Pada masa kanak-kanak ini, umumnya minat, nilai, dan kepribadian anak masih terus berkembang, sehingga masih sangat terbatas alat tes bagi perkembangan personal dan karir anak. Satu hal yang harus diperhatikan dalam melakukan tes terhadap anak Sekolah Dasar adalah bahwa harus ada kehati-hatian ketika melakukan tes terhadap kemampuan dan kepribadian anak. Hal ini untuk menghindari adanya labelisasi maupun stigmatisasi terhadap anak. Meskipun memang perlu dituntut kehati-hatian, namun tes ini sangat berguna untuk melihat kekuatan-kekuatan maupun kelemahan-kelemahan anak sehingga para konselor bisa memberikan pertolongan dengan tepat.
Ketika memberikan tes kepada anak, perlu diperhatikan bahwa hasil tes yang diperoleh sangat dipengaruhi oleh suasana tes dan hubungan antara anak dengan petugas tes. Apalagi dalam kasus Laura yang memiliki perasaan kurang mampu dalam bidang akademis. Harus diciptakan suasana yang mendukung dan menumbuhkan perasaan positif bagi Laura. Petugas harus yakin bahwa Laura dalam suasana rileks dan nyaman, kemudian Laura juga harus tahu apa yang diharapkan darinya dalam menjalankan tes tersebut.
Dalam melakukan tes bagi anak, sangat penting untuk mengamati perilaku anak selama tes. Apa yang dilakukan oleh anak-anak selama tes bisa memberi petunjuk mengenai motivasi, kebiasaan dalam bekerja, dan sikap yang dimiliki anak. Laura contohnya, ia selalu bertanya saat petugas menjelaskan cara pengerjaan tes, meskipun petugas belum selesai menjelaskannya. Laura selalu ingin tahu apakah jawabannya benar atau salah dan ia juga cenderung mengkritik dirinya sendiri.
Untuk lebih jelasnya Berikut ini dua jenis pengukuran yang dilakukan terhadap Laura:
1) Pengukuran kemampuan (Assessment of Abilities)
Secara umum, tes bakat (aptitude test) kurang penting bagi anak-anak dibandingkan dengan tes intelegensi dan tes prestasi. Tes bakat tujuannya untuk membuat ramalan (prediction). Peramalan masa depan anak-anak melalui bakatnya masih membutuhkan waktu yang cukup lama, kemudian juga bakat anak saat berada di bangku Sekolah Dasar belum berkembang maksimal.
Pengukuran kemampuan anak bisa dilakukan dengan melihat pada tingkatan/kelas (grades) anak. Caranya adalah dengan membandingkan antara tingkatan sekolah anak pada saat ini, dengan skor nilai tes intelegensi dan skor nilai tes prestasi . Hasil yang didapat akan memberikan gambaran tentang bagaimana anak menggunakan kemampuan yang dimilikinya.
Dari raport Laura kuartal ketiga menunjukkan bahwa Laura rajin datang ke sekolah dengan capaian di atas rata-rata kelas. Capaian prestasi Laura yaitu: nilai A untuk pelajaran Seni (art), komunikasi tulisan (written communication), pendidikan fisik (physical education); nilai C untuk mengeja (spelling) dan komunikasi lisan (oral communication); Laura mendapat nilai baik ‘Good’ untuk ketrampilannya dalam: berusaha (effort), kewarganegaraan (citizenship), dan ketrampilan belajar (study skill). Dari hasil raport yang diperoleh Laura menunjukkan bahwa ia dapat beradaptasi dengan baik di kelas baru.
Psikolog sekolah telah melakukan tes IQ pada Laura dengan menggunakan alat tes WISC-III (Wechsler Intelligence Scale for Children third edition). Hasilnya adalah: skor verbal IQ 113, performance IQ 108, dan nilai skor total nya adalah 112. Kemampuan verbal dan nilai skor total berada dalam rentang di atas rata-rata, dan performance berada dalam garis rata-rata. Antara skor intelegensi Laura dengan jenjang sekolah (grade) nampaknya cukup kongruen. Hal ini mengindikasikan bahwa Laura mampu menggunakan kemampuan intelektualnya dengan baik.
Selain tes WISC-III, Laura juga di tes lagi dengan menggunakan alat tes WJII (The Woodcock-Johnson Psycho-Educational Battery II). Alat tes ini pelaksanaannya harus individual untuk menilai kemampuan kognitif (cognitive ability) dan prestasi sekolah (scholastic achievement). Alat tes ini berguna bagi anak yang mengalami kesulitan belajar (learning disabilities) dan juga untuk membuat perencanaan belajar (instructional planning). Dari hasil tes tersebut, nilai yang didapat Laura adalah sebagai berikut:
Subtes
|
Age
|
Grade
|
Standard Score
|
Reading
|
7.9
|
2.6
|
82
|
Mathematics
|
10.3
|
5.3
|
102
|
Written language
|
8.2
|
3.1
|
84
|
Knowledge
|
11.2
|
5.8
|
108
|
Skill
|
8.8
|
3.5
|
88
|
Dari hasil tes terlihat bahwa kemampuan Laura tidak berkembang secara merata, dan ini memang ciri dari anak yang mengalami kesulitan belajar. Nilai matematika dan pengetahuan umum (knowledge) nya di atas rata-rata, sementara ketiga nilai lainnya berada di bawah rata-rata, dan nilai membaca (reading) mendapatkan nilai paling rendah yang menggambarkan area yang jadi masalah bagi Laura. Walaupun pihak sekolah sudah mengatakan bahwa Laura sudah berusaha dengan sangat baik untuk mengatasi kekurangannya tersebut, namun pada saat ini hasil yang didapat belum terlalu memuaskan. Namun demikian, dari hasil diagnosa menunjukkan bahwa kesulitan yang dialami oleh Laura masih tahap awal dan telah mendapat penanganan yang tepat.
2) Pengukuran kepribadian dan Minat (Personality and Interest Assessment)
Bagi anak usia Sekolah Dasar, kepribadian dan minat seringkali tidak dapat dipisahkan. Perubahan yang terjadi dalam minat seorang anak akan selalu berkaitan dengan perkembangan kepribadian.
Tujuan utama dari penggunaan tes kepribadian/minat bagi anak usia Sekolah Dasar adalah untuk menolong anak agar lebih mampu mengembangkan kesadaran diri (self-awareness) dan juga memfasilitasi anak untuk mencari pengalaman eksplorasi yang relevan dengan usianya.
Assessment kepribadian tidak akan dilakukan pada anak jika memang tidak ada masalah dengan kesehatan mental (mental health) pada anak. Konselor tidak akan melakukan analisis dan diagnosis terhadap fungsi psikologis anak. Diskusi dengan anak hanya dilakukan untuk meningkatkan harga diri (self-esteem), pengetahuan tentang diri (self-knowledge) anak dan pertumbuhan diri (personal growth) anak tersebut.
Sebenarnya banyak alat tes kepribadian yang bisa digunakan. Namun, seringkali alat tes tersebut kurang cocok untuk anak atau seringkali alat tes tersebut masih harus diperhatikan lagi masalah reliabilitas dan validitas dari alat ukur tersebut.
Untuk mendapatkan informasi mengenai kesadaran karir (career awareness) dan kepribadian (personality) Laura, konselor sekolah menggunakan alat tes the JOB-O E (elementary). Alat tes ini dapat dilaksanakan secara individual maupun kelompok. Ala tes ini memfokuskan pada enam kelompok pekerjaan, yaitu: Grup 1 – mekanik, konstruksi, pertanian; Grup 2 - ilmuwan, pekerja teknikal ; Grup 3 – pekerja kreatif dan seni; Grup 4 – pekerja sosial, hukum, pendidik; Grup 5 – manager dan sales; Grup 6 – pekerja adminsitrari. Dari alat tes ini akan dilihat mengenai minat, kemampuan eksplorasi diri, dan kemampuan.
Setelah menyelesaikan keseluruhan tes tersebut akan terlihat tingakatan minat anak terhadap enam kelompok pekerjaan tersebut. Mereka juga akan memilih jenis pekerjaan yang ingin diketahui dan diteliti lebih banyak lagi. Alat tes ini juga mendorong adanya keterlibatan orang tua dengan meminta anak untuk bertanya kepada orang tua mereka “ Empat hal penting apa yang harus saya pikirkan dalam merencanakan karir?.”
Dari hasil tes JOB-O-E, Laura memiliki minat cukup luas yang meliputi bidang sosial, artistik, dan sains. Minat Laura ini sebenarnya bisa digunakan sebagai batu loncatan untuk mendorong Laura agar mencari pengalaman-pengalaman baru dan belajar lebih baik lagi untuk mencapai cita-citanya. Dengan demikian, keberagaman minat yang dimiliki Laura dapat dimaskimalkan untuk mendorong perkembangan personal dan intelektualnya.
Meskipun guru-gguru Laura mengatakan Laura sudah mengalami banyak kemajuan di sekolah, namun perlu tetap diperhatikan bahwa kemampuan verbal Laura masih kurang, kemudian juga Laura masih memiliki masalah dengan gambaran dirinya (self-image).
Sebagai konsekuensi dari beberapa masalah yang dialami Laura maka dilakukanlah tes berikutnya untuk Laura yaitu ‘ the Piers-Harris Children’s Self-Concept Scale’. Tes ini digunakan untuk melihat kepribadian Laura terutama masalah gambaran dirinya (self-image). Alat tes ini dirancang untuk anak kelas 4 hingga kelas 12. Ada 80 statement dalam alat tes tersebut yang harus direspon dengan menyatakan apakah statement tersebut menggambarkan tentang dirinya atau tidak.
Hasil tes tersebut akan diperoleh dalam bentuk enam area yaitu kemampuan penyesuaian perilaku (behavioral Adjusment), kemampuan intelektual dan sekolah (Intellectual and school status), penampilan dan atribut fisik (Physical Appearance and Attributes), bebas dari rasa cemas (Freedom From Anxiety), Popularitas (Popularity), kebahagiaan dan kepuasan (Happiness and Satisfaction).
Penjelasan dari hasil tes terhadap Laura menunjukkan bahwa nilai keseluruhan dari tingkat konsep diri (self-concept) Laura jika dibandingkan dengan rata-rata anak Sekolah dasar di US, peringkat Laura berada dibawah rata-rata. Laura merasa dirinya tidak efektif dan selalu ragu-ragu dalam situasi yang membutuhkan penalaran kognitif maupun dalam situasi hubungan interpersonal. Skor Laura pada keenam area juga di bawah rata-rata.
Laura mendapat nilai tertinggi pada kemampuan penyesuaian perilaku. Hal ini menunjukkan perasaan positifnya terhadap sekolah dan kemampuannya untuk berteman. Sedangkan untuk nilai yang lain, perasaan yang dimiliki Laura cenderung biasa-biasa saja. Namun, khusus untuk penampilan fisik Laura memiliki sikap negatif atas penampilan dirinya.
Rekomendasi bagi Laura
Dari keseluruhan konseling terhadap Laura, bisa digambarkan di sini bahwa Laura memiliki sikap yang terbuka dan konsisten. Laura menunjukkan performa yang baik di sekolah. Program khusus yang diikutinya mampu mengembangkan dirinya. Laura juga mendapat dukungan penuh dari kedua orang tua dan gurunya. Namun, perlu dicermati juga bahwa kesulitan belajar yang mengharuskannya mengikuti kelas khusus memberi dampak negatif bagi dirimya. Laura merasa kalau dirinya berbeda dengan teman-temannya, ia menjadi rendah diri dan membuatnya sering menyalahkan diri sendiri.
Dengan demikian, Perlu diperhatikan oleh para konselor, ketika merekomendasikan Laura untuk mendapat pelajaran di kelas khusus harus juga diperhatikan aspek sosial dan psikologis. Bantuan yang diberikan juga harus meliputi berbagai pihak, tidak hanya bagi individu tersebut, tetapi juga harus melibatkan dukungan dari keluarga dan sebaiknya juga Luara dilibatkan dalam grup koseling sebaya.
Konseling individual dengan melibatkan keluarga harus bisa mendorong kemampuan Laura untuk mampu mengekspresikan diri (self-expression), menumbuhkan kepercayaan diri (self-confidence) dan ketrampilan menjalin hubungan interpersonal (interpersonal skill). Keluarga harus turut membantu Laura agar memiliki keyakinan akan kemampuan dirinya (self-efficacy) tentu saja dengan tidak memberi tanggungjawab yang berlebihan ataupun yang tanggung jawab yang tidak relevan dengan cita-cita Laura.
Program ‘konseling teman sebaya’ di sekolah harus mampu membantu Laura untuk meningkatkan kemampuannya dalam membangun hubungan yang lebih baik dengan orang lain. Partisipasi yang ada dalam program konseling teman sebaya harus juga bisa membangun harga diri (self-esteem) Laura. Program ini harus memberi kesempatan pada Laura untuk mengembangkan ketrampilan dan memperjelas minatnya.
Perlu juga ada penjelasan tentang kondisi Laura pada saat pertemuan antar para guru. Hal ini agar para guru bisa memahami kondisi Laura dan sekaligus menumbuhkan pengertian bagi para guru bahwa sekalipun Laura anak yang penuh semangat, namun ia masih butuh bantuan, karena Laura masih memiliki perasaan harga diri (self-esteem) yang rendah.
* * *
Demikianlah sekelumit studi kasus tentang Laura yang berasal dari sebuah Sekolah Dasar di Amerika. Studi kasus ini memperlihatkan apa saja yang telah dilakukan oleh pihak sekolah terhadap Laura. Banyak pihak yang terlibat. Semuanya ingin mendorong penyelesaian yang terbaik bagi Laura. Mulai dari keterlibatan guru, psikolog sekolah, konselor, teman-teman sebaya, dan juga keluarga terdekat.
Penyelesaian yang dilakukan terhadap Laura begitu komperhensif. Hal ini menjadi bukti kepedulian bangsa Amerika akan anak-anak sebagai generasi penerus bangsanya. Tidak ada yang terlewatkan dalam pendidikan, sekalipun pada anak dengan kesulitan belajar atau anak dengan kesulitan-kesulitan/ keterbatasan-keterbatasan yang lain.
Jika melihat dari studi kasus ini, saya jadi ingat satu program yang begitu menyentak harapan seluruh anak Amerika dan menjadi sangat berkesan bagi saya. Program Nasional yang telah di canangkan oleh George W. Bush sejak tahun 2001 dan hingga saat ini tetap berjalan, yaitu program "No Child Left Behind". Program yang diluncurkan untuk memastikan bahwa tidak ada satu anakpun tertinggal dalam dunia pendidikan, apapun alasannya. Sungguh program yang luar biasa dari seorang Presiden yang sangat peduli akan hak-hak setiap anak. Akan kah Indonesia mendapatkan Presiden yang peduli pendidikan bagi Anak......Pendidikan bagi Seluruh Anak Indonesia, tanpa kecuali tanpa diskriminasi?? SEMOGA.....
Photo Credits:
dorleem.com
123rf.com
illustration-pictures.vidzshare.net
gettyimages.com
Thanks infonya. Oiya ngomongin karir, ternyata ada loh beberapa cara mudah yang bisa kamu lakukan agar karir di kantor berjalan mulus. Penasaran? Cek di sini yuk: Tips jitu agar karier cemerlang
BalasHapus