anak,
Alamat lengkap korban beserta setiap informasi yang dibutuhkan telah ada di tangan, saya pun segera hunting, memburu alamat rumah korban untuk melaksanakan misi saya yaitu mendampingi korban kekerasan tersebut.
Kali ini saya mendatangi rumah seorang anak yang telah menjadi korban kekerasan seksual yang mana pelakunya adalah lebih dari satu orang. Mencengangkan memang, terlebih lagi ketika fakta mengatakan bahwa rata-rata dari mereka adalah anak-anak yang masih muda. Saat itu beritanya cukup menghebohkan wilayah setempat bahkan hingga ke skala nasional.
Tak Selamanya Kerja Keras Berbuah Manis
Tak selamanya pendampingan terhadap anak korban kekerasan seksual berjalan sesuai dengan yang harapan kita. Banyak halangan dan rintangan yang seringkali menghambat langkah, yang kadang kala menggugat ketulusan kerja kita.
Kali ini, saya ingin berbagi kisah
pendampingan anak korban kekerasan seksual yang menurut saya telah ‘gagal’ saya lakukan.
Tidak enak memang mendengarnya, apalagi merasakannya. Perasaan tercampur-baur antara marah, kesal, kecewa, sedih, kasihan, dan perasaan-perasaan lain yang tidak mengenakkan hati. Semua perasaan itu bercampur menjadi
satu. Hingga akhirnya pada saat itu saya pun berpikir, ‘saya merasa gagal dan sangat
tidak produktif dalam menjalankan tugas saya.’
Galau melanda, saya suka menumpahkannya dengan bahasa yang saya samarkan dalam tweet-tweet saya, namun saya tetap menjaga rahasia setiap aktor dan pihak yang terlibat dalam kasus tersebut.
Galau melanda, saya suka menumpahkannya dengan bahasa yang saya samarkan dalam tweet-tweet saya, namun saya tetap menjaga rahasia setiap aktor dan pihak yang terlibat dalam kasus tersebut.
Dalam melakukan tugas, biasanya saya mendapatkan informasi awal mengenai kasus-kasus kekerasan yang ada melalui berita di berbagai media informasi. Setelah mendapatkan gambaran mengenai kasus tersebut, saya pun segera berusaha mencari tahu di mana alamat lengkap dari korban.
Berhasil mendapatkan alamat korban, saya pun mencari tahu lebih detail lagi mengenai alamat tersebut dari teman-teman saya di TKSK (Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan), karena mereka sangat menguasai wilayah masing-masing di tiap kecamatan.
Berhasil mendapatkan alamat korban, saya pun mencari tahu lebih detail lagi mengenai alamat tersebut dari teman-teman saya di TKSK (Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan), karena mereka sangat menguasai wilayah masing-masing di tiap kecamatan.
Alamat lengkap korban beserta setiap informasi yang dibutuhkan telah ada di tangan, saya pun segera hunting, memburu alamat rumah korban untuk melaksanakan misi saya yaitu mendampingi korban kekerasan tersebut.
Saya sadar, mereka sedang menghadapi tahap-tahap dalam hidup yang begitu krusial. Oleh karena itu saya ingin membantu mereka sebisa saya, sesuai dengan kapabilitas saya. Minimal support harus mereka dapatkan, agar mereka pun tetap dapat menemukan harapan akan jalan keluar permasalahan.
* * *
Pada suatu waktu.
Kali ini saya mendatangi rumah seorang anak yang telah menjadi korban kekerasan seksual yang mana pelakunya adalah lebih dari satu orang. Mencengangkan memang, terlebih lagi ketika fakta mengatakan bahwa rata-rata dari mereka adalah anak-anak yang masih muda. Saat itu beritanya cukup menghebohkan wilayah setempat bahkan hingga ke skala nasional.
Singkat cerita, saya pun datang ke rumah korban setelah beberapa hari
kejadian.
Ketika saya tiba di rumah korban, ternyata korban
tidak tinggal dengan orang tuanya melainkan dengan kakek neneknya yang
keduanya sudah berumur di atas 75 tahun.
Saya disambut dengan sangat baik oleh kakek dan
nenek korban. Mereka senang menerima kehadiran saya, yang paling tidak telah mewakili
lembaga milik pemerintah setempat. Ketika saya katakan bahwa saya datang dari lembaga perlindungan anak, kakek dan nenek korban kembali menunjukkan rasa senang mereka dan sangat berharap agar cucu mereka bisa didampingi dan dibantu pemulihan psikologisnya.
Sebut saja nama korbannya adalah Bunga. Bunga
masih duduk di kelas 1 sebuah SMP Negeri (bisa dibayangkan bahwa Bunga bukan
anak yang bodoh, karena bisa masuk ke sekolah negeri yang persaingan
masuknya pun sangat ketat).
Kakek dan nenek Bunga menerima saya dengan tangan terbuka. Mereka menceritakan tentang masa kecil Bunga, dan mereka perlihatkan foto-foto Bunga pada saya. Mereka ceritakan bagaimana mereka berdua merawat Bunga, dan bagaimana sulitnya mendidik ‘anak zaman sekarang’.
Kakek dan nenek Bunga menerima saya dengan tangan terbuka. Mereka menceritakan tentang masa kecil Bunga, dan mereka perlihatkan foto-foto Bunga pada saya. Mereka ceritakan bagaimana mereka berdua merawat Bunga, dan bagaimana sulitnya mendidik ‘anak zaman sekarang’.
Kemudian saya pun meminta untuk berkenalan dengan orangtua
korban, dan yang muncul kemudian adalah ayah korban.
Kakek dan nenek Bunga begitu welcome terhadap saya, namun berbeda dengan sikap yang dimunculkan oleh ayah
Bunga. Sikap sang ayah cenderung defensif. Ketika saya berusaha menanyakan
tentang anaknya, ia lebih banyak menghindar dan tidak mau terbuka. Bahkan
ketika saya ingin bertemu Bunga pun ayahnya tidak mengizinkannya. Ia bilang Bunga
sedang diungsikan disuatu tempat, agar tidak ada wartawan yang datang meliput
anaknya. Mengenai hal ini, memang benar sekali langkah yang sudah diambil ayah Bunga, kalau ini saya
sangat setuju.
* * *
Sebenarnya saya ingin sekali bertemu dengan
Bunga, karena rasa keprihatinan yang saya rasakan untuknya atas kejadian yang baru saja dialaminya. Bunga
mengalami pemerkosaan oleh lebih dari 6 anak (rata-rata masih duduk di bangku
SMP, meskipun ada juga anak yang telah putus sekolah). Pasti
kondisi psikologisnya pun akan sangat terguncang, paling tidak ia butuh
seseorang yang bisa mengerti dia.
Apa yang saya utarakan sangat didukung oleh kakek
dan neneknya. Mereka berdua sangat ingin saya bisa mendampingi cucunya dan
membantu bunga dalam pendampingan psikologisnya.
Keprihatinan saya kembali memuncak manakala mengetahui bahwa
kedua orangtuanya sudah bercerai. Ibunya sudah menikah lagi dan berada jauh di
provinsi lain dari Bunga, sedangkan ayahnya sudah menikah lagi namun tinggal di kota yang
berbeda dengan Bunga. Kadang-kadang di akhir pekan Bunga menginap di tempat
tingal ayahnya.
Sejak kecil Bunga diasuh oleh kakek dan neneknya, dan keduanya sangat sayang dengan Bunga. Namun, tentu saja sangat bisa dimaklumi
kalau kedua orang kakek dan nenek Bunga tidak bisa maksimal dalam memberikan pengawasan terhadap Bunga. Kerentaan mereka saja sudah menjadi alasan tersendiri. Menurut saya
mereka adalah dua orangtua yang justru harusnya tidak lagi dibebani
dengan merawat anak. Mereka sendiri sudah mengalami banyak keterbatasan dalam
merawat diri mereka sendiri .
* * *
Ketika saya tidak diizinkan untuk bertemu dengan Bunga, saya pun segera mencari solusi lain. Saya mulai berpikir strategi apa yang harus dilakukan agar para
orang dewasa di sekitar Bunga bisa secara efektif membantu, karena saya tahu supporting system dari orang-orang terdekat akan sangat membantu pemulihan kondisi Bunga.
Saya pun menjelaskan apa saja yang sebaiknya
dilakukan oleh orangtua korban kekerasan seksual.
Saya juga mengingatkan hal-hal yang sebaiknya menjadi perhatian agar jangan sampai ada hal-hal yang tidak diinginkan terjadi pada Bunga.
Saya juga mengingatkan hal-hal yang sebaiknya menjadi perhatian agar jangan sampai ada hal-hal yang tidak diinginkan terjadi pada Bunga.
Sebelum saya pamit pulang, saya kembali
menawarkan bantuan saya untuk bisa mendampingi Bunga. Ayahnya sempat meminta
saya untuk datang ke tempat di mana Bunga dititipkan sekarang, yang dia sebut 'berada di
luar kota'. Saya pun menyanggupinya, karena saya tahu persoalan yang dihadapi
oleh Bunga adalah sangat berat untuk anak berusia 13 tahun. Saya berkomitmen untuk
mendampingi, membantu, dan menolongnya.
Saya menitipkan nomor telpon yang bisa dihubungi
seandainya ayah Bunga menghendaki saya untuk menemui anaknya. Saya pun menyimpan
nomor kontak keluarga Bunga.
Saya tidak bisa berbuat banyak untuk melanjutkan
proses pendampingan terhadap Bunga kecuali hanya dengan menunggu dan menunggu.
Hingga lewat beberapa hari, hampir masuk satu
pekan, belum juga ada kabar dari keluarga Bunga. Saya pun berinisiatif untuk
menelpon rumah kakek Bunga.
Yang menerima telpon kakek Bunga langsung. Beliau
sempat ungkapkan bahwa sebenarnya beliau ingin sekali saya bisa mendampingi
cucunya. Namun, ia dan istrinya tidak bisa berbuat banyak ketika ayah Bunga
sudah memutuskan sikapnya. Ia pun sama seperti saya, hanya bisa menunggu.
Saya merasa sedih dengan sikap ayah Bunga. Namun,
saya pun menyadari bahwa saya hanya seorang relawan anak yang tidak punya hak
untuk memaksa ayah Bunga. Saya tidak bisa memaksanya untuk bisa kooperatif dalam mengatasi permasalahan anaknya. Mungkin ia belum menangkap bentuk kepedulian yang saya berikan kepada anak dan keluarganya...
Kalau sudah seperti ini saya hanya bisa
bersedih dalam diam, ditambah kebingungan yang melanda. Saya pun kerap kali mempertanyakan, "di manakah letak Undang-Undang
Perlindungan Anak bisa saya pakai?”
Akhirnya, dari kisah pendampingan yang 'gagal' ini.. saya hanya bisa berdo’a..
Semoga kehidupan Bunga menjadi lebih baik...
* * *
photo credits:
pinterest.com (watercolor picture by Jessica Durrant)
smh.com.au
pinterest.com (watercolor picture by Jessica Durrant)
smh.com.au
Borgata Hotel Casino & Spa - Mapyro
BalasHapusMapYRO's current 포천 출장안마 and historic Borgata Hotel Casino & Spa locations, rates, 대전광역 출장안마 amenities: expert Atlantic City 충청남도 출장마사지 research, only 여수 출장안마 at 거제 출장샵 Hotel and Travel Index.