Tampilkan postingan dengan label perkembangan remaja. Tampilkan semua postingan

Kesalahan Orangtua pada Remaja




Membesarkan anak remaja memang pekerjaan yang sangat menantang. Banyak orangtua yang berusaha keras menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi pada si remaja, namun tidak sedikit juga orangtua yang berpikir sebaliknya: menganggap cara yang mereka lakukan adalah sudah yang terbaik. Mereka umumnya menolak untuk dikritik, merasa apa yang mereka lakukan sudah benar, sudah sama dengan apa yang dulu orangtua mereka lakukan. 

“Yang namanya anak harus nurut apa kata orangtua, titik!”
Begitu kira-kira  pendapat sebagian besar para orangtua.

Orangtua harus menyadari bahwa dunia sudah berubah, dan akan terus berubah. Akan selalu ada kemajuan zaman dalam setiap perkembangan laju kehidupan, juga perubahan cara membimbing remaja seiring dengan perubahan zaman. Begitu juga dengan cara-cara menghadapi si remaja harus ada penyesuaian dengan kondisi  kekinian, walaupun tentu saja nilai-nilai yang dianut atau dipegang suatu keluarga tetap dijaga.

Remaja sekarang mendapatkan pengetahuan lebih banyak dan akses mendapatkan informasi yang lebih mudah dibandingkan dengan zaman dulu. Era keterbukaan informasi memudahkan remaja mendapatkan pengetahuan namun sekaligus juga tantangan, karena di satu sisi si remaja juga harus siap  menghadapi  gencarnya paparan budaya permissive, budaya serba bebas yang bertentangan dengan budaya lokal. Jika tidak hati-hati akan membuat si remaja terjerumus gaya hidup yang salah.

Orangtua harus menyadari akan perubahan zaman yang ada. Sehinga, tidak  memaksakan penerapkan pola lama saat menghadapi si remaja. Saat ini si remaja memiliki banyak pilihan menghadapi kehidupannya disbanding zaman orangtua mereka. Si remaja begitu mudah beralih mencari kehidupan yang menyenangkan bagi dirinya bersama teman-temannya, jika ia merasa tidak nyaman dengan apa yang dilakukan oleh orangtuanya. Orangtua yang hanya mau didengar tanpa mau mendengar  apa yang diinginkan anak, apa yang diharapkan anak, hanya akan membuat anak semakin tertekan dan menjauh dari orangtua.

Bagi remaja, kedekatan  dengan teman-temannya menempati urutan pertama dibandingkan dengan kedekatan dengan  orangtua. Pada umumnya, masa remaja masa ingin memisahkan diri dari orangtuanya dan tidak ingin  dianggap kanak-kanak lagi. Jadi, sangat bisa dimaklumi ketika para orangtua bersikap otoriter terhadap remaja, maka semakin jauh lah mereka dari orangtuanya. Bisa kita saksikan banyak  remaja  enggan untuk berkomunikasi dengan orangtuanya yang  mereka  anggap keras, kaku, dan kuper menurut bahasa mereka. Sehingga, saat ayah atau ibunya menelpon atau berkirim pesan, jawaban si remaja pasti tidak  lebih dari ”ya, tidak atau tidak tahu”. Mereka jadi  enggan berkomunikasi dengan orang tua mereka. Beda hal nya ketika mereka bersama dengan teman-temannya, bahkan waktu mereka seringkali habis hanya untuk berkumpul dengan teman-temannya. Remaja juga menjadi lebih sulit untuk diajak orangtuanya untuk ikut acara keluarga atau acara yan melibatkan anggota keluarga. Mereka lebih memilih pergi bersama dengan teman-temannya.

Lebih memilih  bergaul dengan teman dan berusaha memisahkan diri dengan orangtuanya adalah suatu hal yang biasa terjadi pada  usia remaja. JIka ditambah dengan ketidak siapan orangtua menjadi teman bagi si remaja, maka semakin jauhlah si remaja dengan orangtuanya. Si remaja sedang belajar mandiri, belajar memisahkan diri dari orangtua , belajar  menjadi dewasa dengan berusaha melepaskan ketergantungan secara emosional dengan orangtuanya

 JIka ternyata didapati  hubungan orangtua dengan si remaja semakin buruk, apa yang sebaiknya dilakukan  orangtua? Apakah dengan bersikap semakin keras pada anak?  agar anaknya tetap menjadi anak yang penurut dengan perkataan orangtuanya, tidak membantah orangtuanya. Dengan harapan anaknya tetap menjadi  remaja yang baik, tidak terpengaruh berbagai keburukan. Atau justru menuruti semua kemauan si remaja agar ia tidak menjauhi orangtuanya .

 Jelas, harapan orangtua adalah yang terbaik bagi si remaja. Namun, cara yang tidak tepat justru dapat menjauhkan si remaja dari orangtuanya. Membuat si remaja jadi sangat membenci orangtuanya. Bahkan, dalam beberapa kasus, si remaja justru melakukan pelanggaran susila hanya untuk menunjukkan pemberontakannya atas sikap orangtuanya yang sangat keras dan selalu memaksakan kehendaknya dalam mendidik anaknya. Merasa dibatasi untuk berpendapat, tidak boleh ada bantahan. Kalau kondisinya sudah demikian, maka semakin beratlah usaha orangtua untuk mendidik si remaja.

 Bersikap sangat permisif pun bukan solusi yang tepat. Sikap permisif hanya akan mendorong remaja kebingungan, tidak tentu arah, tidak tahu apa yang terbaik bagi dirinya. Sikap permisif hanya akan membuat remaja kurang punya  perhitungan dan tidak memiliki rasa tanggung jawab.

Para orangtua  harus menyadari bahwa si remaja bukan anak kecil lagi. Menjadi remaja adalah saatnya menguji keterampilan hidup (life skill) mereka.

Remaja juga umumnya lebih moody  dibandingkan  masa kanak-kanak. Banyak  hal-hal baru yang dirasakan oleh para  orangtua dengan sikap si remaja ini. Kehidupan remaja memaksa  para orangtua untuk  memikirkan berbagai hal baru mengenai kehidupan remaja seperti munculnya kebiasaan pulang larut malam, mulai punya   pacar, dan pergaulan dengan teman-temannya.

Tidak dapat dipungkiri bahwa membimbing   remaja  ibarat menguji batas kesabaran  para orangtua. Remaja  sebenarnya masih memiliki sifat kanak-kanak , mereka masih tetap butuh orangtua namun seringkali mereka berusaha menyangkalnya.
Membangun hubungan orangtua dengan remaja  kuncinya adalah mengetahui apa yang harus dilakukan dan apa yang sebaiknya dihindari . Berikut ini adalah beberapa kesalahan yang sering tidak disadari oleh para orangtua ketika mereka membimbing remaja.

1. Tanpa disadari orangtua sering  membuat harapan yang terburuk bagi anak

Banyak para orangtua yang menganggap  membesarkan remaja sebagai cobaan berat , mereka merasa  tak berdaya ketika anak mereka berubah menjadi pribadi yang terduga, sulit bahkan seperti monster yang tidak bisa disentuh.

Ada yang perlu dicermati, orang tua seringkali memberikan pesan dengan berfokus pada hal negatif  . Mereka lebih sering mengungkapkan larangan-larangan yang harus dijauhkan ketimbang memberi saran untuk melakukan hal-hal yang positif.
 Contohnya : Para orangtua menganggap bahwa  “anak yang baik itu jika tidak melakukan hal-hal buruk” “ Kamu harus jadi anak yang baik, jauhi  narkoba, jauhi pergaulan dengan orang-orang yang salah,  jauhi perilaku seks bebas”.  Apa yang dimaksudkan oleh orangtua benar adanya. Namun, jika hanya mengedepankan hal-hal negative tanpa ada sedikitpun dorongan yang bersifat positif, hanya akan menanamkan hal-hal negative tersebut dalam benak si remaja.

Hal ini bisa menjadi self-fulfilling prophecy. Harapan akan sesuatu yang negative, justru akan mempromosikan perilaku negative tersebut. Karena hal-hal negative tersebut yang terus menerus didengar oleh remaja , maka hal buruk  tersebut menjadi tertanam kuat dalam benak si remaja dan justru mendorongnya mendekati perilaku negatif itu.

Yang sebaiknya dilakukan oleh  orangtua adalah  berfokus pada minat dan hobi remaja. Sekalipun orangtua tidak terlalu memahami bidang yang diminati anak, tetap lah berusaha memberikan dukungan. Apa yang dilakukan oleh orangtua akan  membuka  jalan terjalinnya komunikasi dengan si remaja. Sekaligus membangun hubungan yang baik dengan si remaja yang  disayanginya. Di satu sisi juga mendorong  orangtua ikut  belajar sesuatu yang baru.

2. Orangtua seringkali hanya berfokus pada buku yang dibacanya.

Para orangtua seringkali  lebih mendengarkan saran para ahli dari buku ketimbang  mempercayai naluri mereka  dalam membimbing si remaja . Hal ini bukan berarti membaca buku tentang parenting tidak baik. Ilmu selamanya akan selalu bermanfaat. Buku akan  menjadi masalah ketika orangtua menggunakannya untuk menggantikan keterampilan bawaan mereka sendiri.

Sering terjadi, ketika  rekomendasi dan gaya pribadi mereka tidak cocok dengan apa yang mereka baca dalam buku, orang tua menjadi cemas dan kurang percaya diri.

Langkah yang terbaik adalah gunakan  buku untuk memperoleh perspektif  baru tentang perilaku remaja  yang membingungkan dan perlu dicari referensinya  -  kemudian simpan bukunya dan yakinkan bahwa Anda telah mempelajari apa yang Anda butuhkan. Yakinlah bahwa anda lah yang tahu tentang apa yang paling penting bagi Anda dan si remaja.

3. Orangtua seringkali  terlalu berlebihan untuk hal-hal yang kecil

Kadang orang tua bersikap sangat protektif. Mereka berusaha menghindarkan remaja dari kepedihan, kekecewaan dan kegagalan, sehingga si remaja kehilangan kesempatan untuk belajar tentang dunia nyata.

Orangtua harus bisa melihat gambaran besar dari kehidupan remaja, jika apa yang dilakukan si remaja masih dalam taraf yang wajar maka beri kelonggaran  pada si remaja untuk membuat keputusan sendiri  sesuai dengan usianya dan biarkan mereka belajar menerima konsekuensi dari pilihannya.
Kecuali  jika orangtua mendapati si remaja cenderung melakukan perbuatan yang berresiko bagi kesehatan maupun keselamatannya maka selayaknya   peran orangtua untuk mengambil sikap.

Kadang orangtua tidak suka melihat potongan rambut atau gaya berpakaian anaknya. Atau tidak suka ketika anaknya tidak dilibatkan dalam suatu pertandingan. Orangtua banyak ikut campur mengatur penampilan ataupun kegiatan anak. Dalam hal ini, sebelum orang tua ikut terlibat coba  lihat gambaran besarnya. Apakah yang dilakukan  anak sangat membahayakan atau tidak . JIka tidak membahayakan,  berilah kelonggaran pada anak untuk memutuskan sendiri. Biarkan ia belajar berpikir dan mengambil keputusan sendiri sesuai dengan tahapan usianya. Hal ini  sekaligus menjadi kesempatan  bagi anak untuk belajar  menerima  konsekuensi dari pilihannya.

"Banyak orang tua tidak ingin anaknya tumbuh dengan merasakan  rasa sakit, kekecewaan, atau kegagalan" . Padahal sikap melindungi remaja dari realitas kehidupan, justru menghilangkan kesempatan  berharga untuk belajar mandiri.

4. Orangtua kadang mengabaikan masalah besar

JIka orang tua menemukan bukti kecurigaan bahwa si remaja mengkonsumsi alcohol atau obat-obatan maka orang tua harus segera mengamambil tindakan. Jangan biarkan bukti kecurigaan itu  hingga menjadi masalah yang berat dan sulit teratasi.

Usia 13 – 18 tahun adalah saat-saat sangat kritis agar para orangtua bisa dekat dengan si remaja. Remaja masih  sangat labil,  kondisi emosionalnya sangat fluktuatif, perlu untuk terus ada orangtua yang  hadir ditengah-tengah kehidupan mereka .

Orangtua harus  perhatian, bersikap tegas dan segera mencari solusi jika melihat  perubahan penampilan remaja yang  mencolok  dan membahayakan, seperti wajah yang terlihat kuyu dan terlihat tidak bugar, prestasi akademis yang menurun drastis, atau juga pergaulan dengan teman dari geng yang tidak baik.

5. Penerapan disiplin  yang terlalu berlebihan  atau  justru terlalu sedikit.

 Beberapa orang tua, merasakan kehilangan kontrol atas perilaku remaja mereka, sehingga bersikap reaktif   setiap kali si remaja melanggar aturan. Ada juga orangtua yang justru menghindari semua konflik karena takut remaja mereka  kabur.
Para orangtua  tidak perlu melakukan salah satu dari hal di atas. Apa yang dirasakan oleh orangtua adalah berkaitan dengan bagaimana menemukan keseimbangan antara ketaatan dan kebebasan.

Jika orangtua  terlalu menekankan  ketaatan, bisa jadi hal ini membuat remaja  selalu mendapat hukuman. Berapa harga yang harus dibayar dengan sikap seperti ini ? Remaja yang dibesarkan di lingkungan yang kaku akan kehilangan kesempatan untuk mengembangkan kemampuannya dalam memecahkan masalah atau keterampilan kepemimpinan - karena semua keputusan ada pada orangtua.

Namun terlalu sedikit disiplin juga tidak  tepat.  Remaja membutuhkan kejelasan sikap  dan aturan dalam kehidupannya agar nantinya mereka mampu menjelajahi dunia luar.

Orangtua  harus bisa membuat aturan  nilai-nilai inti keluarga  dan mengkomunikasikannya dengan remaja, baik melalui kata-kata maupun tindakan. Jadilah  orangtua yang otoritatif, pendekatan yang membantu anak-anak mengembangkan keterampilan yang mereka butuhkan  dengan cara yang tepat.

Apa yang dilakukan oleh orang tua  terhadap remaja  memiliki  pengaruh  sangat dalam bahkan  melebihi dari apa  yang   orangtua pikirkan. Hubungan yang baik antara orangtua dan remaja  membuat remaja ingin menghabiskan lebih banyak waktu dengan orang tuanya. Kelekatan yang baik dengan orangtua membuat mereka  siap menghadapi tantangan dunia luar. Ketika orangtua tidak ada didekat mereka,  mereka tetap berpegang pada pondasi yang tertanam  kokoh dalam diri mereka.

Jika orangtua menemukan  remaja dalam masalah , bantulah bagaimana cara   menghadapinya terutama masalah  yang membahayakan keselamatan. Diskusikan dengan mereka, berikan solusi yang membuat mereka nyaman. Jangan bertindak seperti menginterogasi , tapi buatlah percakapan yang menarik bagi si remaja.

Orangtua biasanya menganggap bahwa perasaan yang baik itu menyehatkan. Namun demikian, tidak selamanya remaja hanya tahu perasaan yang baik saja. Setiap orang perlu tahu bagaimana rasanya  perasaan buruk terutama ketika menyakiti hati orang lain atau melakukan suatu kesalahan. Adanya rasa bersalah harus  bisa dirasakan  oleh seorang remaja, Karena bentuk perasaan seperti itu merupakan emosi yang sehat ketika dia membuat kesalahan atau menyakiti hati orang lain.

Orangtua juga perlu menyadari bahwa tindakan nyata  lebih bermakna dari pada hanya sekedar  kata-kata. Oleh karena itu remaja perlu melihat contoh dari orangtuanya mengenai moral yang baik dan juga standar etika sejak dia masih  kecil. Sehingga, disaat ia menginjak remaja , ketika berhadapan dengan berbgaai  situasi , ia mampu menghadapinya karena  punya contoh model yang baik dari orang tuanya.



Referensi: 
http://www.webmd.com/parenting

Bicara Solusi Video Kekerasan (Seksual) pada Anak



Beredarnya video kekerasan (seksual) yang dialami oleh anak-anak yang kerap kali terjadi kini menjadi begitu mengkhawatirkan. Beginikah wajah calon generasi penerus bangsa? Tidak hanya menonton, ayo kita membuat perubahan agar anak-anak dapat tumbuh dengan baik serta terlindungi hak-haknya. Bincang-bincang ini diperuntukkan bagi seluruh lapisan masyarakat, mulai dari Orangtua, Guru, Pemerintah, hingga seluruh masyarakat luas.

Contact: 
ena.m.syam@gmail.com

Wahai Ayah.. Wahai Ibu.. Jangan Biarkan Remajamu Berjalan Sendiri untuk Mengenali Lawan Jenisnya





Salah satu tugas perkembangan remaja yang dikemukakan oleh Havighurst adalah mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita. Dalam  tahap perkembangan psikososialnya remaja mulai muncul  tertarik  dengan lawan jenis dan muncul keinginan untuk membangun hubungan yang lebih erat dengan lawan jenis.

Memasuki masa remaja pun menuntut perubahan besar dalam sikap dan perilaku. Perubahan menjadi remaja bukanlah persoalan mudah, karena banyak sekali perubahan yang terjadi dalam diri remaja.

Secara hormonal terjadi percepatan pertumbuhan yang luar biasa dibanding masa manapun dalam siklus kehidupan manusia. Perubahan secara hormonal tersebut membuat remaja secara fisik dan emosional mengalami perubahan yang cukup drastis yang kadang kala tidak disadari oleh remaja itu sendiri. Hal tersebut pun membuat para remaja sering merasa kebingungan dengan dirinya sendiri.


Secara emosional juga turut berpengaruh, remaja menjadi sangat moody, mudah berubah dengan cepat. Perilaku ini seringkali menyusahkan orang lain bahkan dirinya sendiri karena menjadi pribadi yang terlihat labil.

Kemampuan perkembangan kognitifnya yang mulai berkembang kadang juga membuat remaja merasa mampu membuat keputusan sendiri, padahal cara berpikirnya masih sering didominasi oleh lonjakan emosi, sehingga sering berpikir pendek ketimbang berpikir panjang untuk mempertimbangkan berbagai hal.

Begitu kompleksnya perkembangan dan pertumbuhan masa remaja membuat remaja seringkali menghadapi masalah. Seringkali orang dewasa melihat masalah remaja ini murni sebagai kenakalan remaja dan jarang ada yang mau melihat lebih jauh ke dalam diri remaja itu sendiri.

Pada saat ini banyak sekali kita temukan kasus remaja yang terjebak dalam kehidupan seks bebas. Memang banyak sekali faktor yang menjadi penyebabnya. Salah satu penyebab perilaku seks bebas tersebut bisa berasal dari diri remaja itu sendiri dan juga bisa berasal dari luar diri mereka.

Pengaruh luar yang terbesar adalah arus informasi yang gencar dari berbagai belahan dunia yang kemudian menyulitkan para remaja untuk bisa memilah mana yang baik bagi mereka dan mana yang tidak. Selain itu pengaruh lingkungan yang buruk baik dari masyarakat ataupun teman sepergaulannya juga berpengaruh. Belum lagi tontonan yang dijadikan contoh anutan bagi remaja karena dorongan untuk jadi polpuler yang ada dalam diri remaja membuatnya sangat memudah mengikuti segala sesuatu yang terlihat sedang trendy.



Lalu, bagaimana dengan kondisi internal remaja?
Dari pendekatan psikologi sudah jelas bahwa remaja memang sedang menghadapi masalah dalam dirinya sendiri yang sedang tumbuh dan berkembang. Belum lagi apabila ia memiliki keterlambatan atau mengalami terlalu cepat dalam melewati tahap perkembangannya. Hal tersebut bisa menjadi masalah tersendiri bagi remaja, karena mereka merasa diri mereka berbeda dari teman-teman sebayanya.

Sebelum kita beranjak untuk melihat salah satu fenomena persoalan remaja dalam menghadapi fase ketertarikan dengan lawan jenis, ada yang perlu diperhatikan oleh para orangtua. 
Orangtua perlu menyadari, bahwa sangat jarang ditemukan remaja yang mampu mengatasi semua permasalahan yang dialami dalam dirinya tanpa dukungan pihak luar, dukungan orang-orang terdekat, terutama ayah dan ibunya.
Seharusnya para orangtua menyadari bahwa tuntunan belajar tidak hanya mereka berikan ketika anak-anak mereka masih bayi dan balita, yang dengan telaten mereka ajarkan cara makan, minum, berbicara, duduk, berdiri, berjalan, naik sepeda, dan lain-lain.

Seorang remaja  juga perlu tuntunan agar mereka bisa tumbuh dan berkembang secara sehat dan diperhatikan kondisi well-being mereka. Remaja sangat membutuhkan arahan dari orangtua mereka, terutama dalam tahapan bagaimana mereka harus bisa berhubungan baik dengan teman-teman sebayanya, termasuk bisa menjalin hubungan yang baik dengan lawan jenis mereka. Dalam kehidupannya, remaja sering kebingungan dengan berbagai persoalan yang mereka temui dalam menjalin hubungan dengan lawan jenis. Mereka sering tidak menemukan jawabannya.
Remaja perlu dibantu, bagaimana mereka bisa membangun hubungan yang positif. 
Para orang tua seringkali mengabaikan kebutuhan remaja untuk duduk berdiskusi tentang perasaan mereka, tentang permasalahan yang dihadapi, hal-hal yang sedang dirasakan dan yang sedang dialami remaja, dan lain sebagainya. Para orang tua seringkali merasa sudah cukup bertanggung jawab terhadap remaja. Mereka merasa sudah cukup bertanggung jawab hanya dengan memberikan fasilitas materi yang memadai, uang jajan yang memadai, kebutuhan gadget yang terpenuhi, rumah mewah, atau fasilitas rekreasi kemanapun termasuk ke luar negeri. 

Apakah itu cukup? Secara materi mungkin sudah cukup. Tapi faktanya masih ada kebutuhan lain bagi para remaja seperti kebutuhan untuk dicintai, diterima apa adanya, kebutuhan untuk didengarkan, kebutuhan untuk diskusi, dan kebutuhan-kebutuhan lain yang lebih dari sekedar kebutuhan materi.

Kalau kita mau jujur, kita bisa buktikan bahwa ternyata banyak sekali remaja yang bermasalah padahal mereka sudah dicukupi dengan segala kebutuhan materi. Jadi.... materi saja tidak akan pernah bisa mendewasakan anak-anak remaja kita.

Ketiadaan perhatian orang tua, komunikasi yang buruk dengan orang tua, bisa membuat remaja tidak pernah menjadikan orangtua sebagai sumber informasi dan jarang dari mereka yang mau menjadikan orangtua sebagai tempat mereka bertanya dan mengadukan permasalahannya. Akhirnya yang sering remaja lakukan adalah mencari tahu jawabannya dari teman-teman sebaya, atau mereka mencoba mencari jawabannya melalui internet yang informasinya belum tentu dapat mereka saring dengan benar. Tidak ada yang menjamin kebenaran jawaban yang mereka peroleh dari pranala luar tersebut.

* * *

Oleh Karena Itu...?

Proses mendewasakan si remaja memang membutuhkan kemauan dari para orang tua, apakah orang tua mau  untuk membekali dirinya dengan ilmu dan kepahaman agar menjadi orang tua dambaan remaja. Mereka perlu belajar atau paling tidak tahu bagaimana kondisi dan perkembangan psikologis remaja mereka, dengan segala tahapan perkembangan yang dialaminya. Orang tua harus bisa memberikan teladan dan memberi nasehat moral serta spiritual yang sangat dibutuhkan oleh remaja dengan cara yang tepat, sesuai dengan jiwa remaja yang sedang beranjak dewasa.

* * *

Untuk Renungan...
(berdasarkan kisah nyata, ketika saya melakukan pendampingan terhadap korban)

Ada kisah nyata yang menarik untuk jadi renungan kita bersama mengenai dua orang remaja putri yang gagal membangun hubungan yang sehat dengan lawan jenisnya. 

Di sebuah kota, pada waktu yang hampir bersamaan, ada dua remaja putri yang membuang bayi hasil hubungannya dengan pacarnya. Perlu dicatat  bahwa para remaja putri ini bukan remaja yang bodoh. Mereka sebenarnya adalah remaja-remaja yang cerdas. Mereka pintar secara akademis. Mereka juga bersekolah di sekolah dengan standar yang bagus pula.  

Namun ada yang kurang dalam diri mereka. Ada kekosongan figur dan kurangnya arahan dari keluarga mereka. Sebut saja A. A sangat mudah untuk dekat dengan laki-laki yang mencoba mendekatinya. A yang cantik namun kurang mendapat penghargaan dari kakak laki-lakinya. A ingin mendapatkan kasih sayang dari teman laki-lakinya sampai bersedia melakukan hubungan badan yang seharusnya hanya dilakukan oleh mereka yang sudah menikah. 

A berani melakukan hal tersebut dengan beberapa laki-laki yang memang A sukai. Salah satu alasan yang A katakan adalah bahwa A melakukan perbuatan tersebut sebagai bentuk pemberontakan pada keluarganya terutama pada  kakak laki-lakinya yang sangat keras memperlakukan dirinya. A sering dipukul jika ketahuan melakukan kesalahan ataupun membantah perkataan kakaknya. Ada keinginan dalam diri A untuk berbuat semaunya dengan berperilaku seks bebas agar kakaknya tahu bahwa dirinya bisa berbuat apapun sekehendak dirinya tanpa bisa dihambat oleh kakaknya. Sementara kedua orangtua A tidak ada yang berani menentang sikap kakak laki-lakinya yang selalu kasar. Jadi dorongan ketertarikan terhadap lawan jenis, ketidakmampuan memilih teman sepergaulan yang baik, ditambah dengan kondisi di rumah yang tidak kondusif. telah membuat A tidak bisa membangun hubungan yang sehat dengan laki-laki.

Dari pemaparan kakaknya, sebenarnya apa yang dia lakukan sebagai tanggung jawab dirinya sebagai kakak untuk menjaga adik perempuannya. Namun cara yang  ia lakukan jauh dari tepat, dan malah berdampak buruk bagi perkembangan diri adiknya. A Menjadi si pemberontak yang tidak bertanggung jawab.

Pada akhirnya, A yang telah melahirkan bayinya seorang diri dan membuang bayinya ke sungai mulai menyadari semua kekeliruannya. Dengan arahan dari seorang  pendamping, A ingin berubah menjadi lebih baik. A selalu bertanya dan mendiskusikan apapun yang dia alami. A memang butuh bimbingan dari orang dewasa yang peduli akan dirinya.

* * *

Ada lagi B, yang juga membuang bayinya karena merasakan kebingungan. Dirinya melahirkan di rumahnya sendiri sementara orangtuanya tidak ada yang tahu. B melakukan hubungan seksual dengan pacarnya karena tergoda oleh rayuan pacarnya. Pacarnya berjanji akan menikahkannya. Sementara itu B berasal dari keluarga dengan orang tua yang bercerai. Ayahnya sudah menikah lagi dan B tinggal dengan ibunya yang menjanda. 

B tidak punya figur ayah yang membimbing. Ibunya pun seorang janda yang sibuk mencari nafkah untuk kehidupan keluarga sehingga seringkali abai terhadap perkembangan anak remajanya. Bahkan ibu B juga tidak tahu kalau anaknya hamil hingga melahirkan sendiri di rumah pada saat tengah malam. Kemudian B membuang bayinya sendiri ke sungai.

* * *

Dari kasus A dan B, kedua-duanya melakukan penyangkalan bahwa mereka hamil yang bisa dikarenakan pemahaman tentang pendidkan seksual yang mereka miliki sangat minim. Sehingga mereka bisa dengan sangat mudah menggampangkan  kelainan yang mereka rasakan dalam tubuh mereka. Mereka merasakan bahwa dalam perut mereka mulai ada benda bergerak namun mereka selalu menyangkal dan mengatakan bahwa mereka tidak hamil. 

Mereka juga tetap beraktivitas normal selama masa kehamilannya. Tidak ada yang menaruh curiga, hanya untuk kasus B kondisi fisiknya sempat dipertanyakan oleh tantenya, namun ia menolak kalau dibilang hamil. Hal ini membuat mereka sendiri tidak pernah memprediksi kapan mereka melahirkan. Akibatnya adalah mereka sangat panik ketika ternyata mereka harus melahirkan.

Ada rasa cemas, takut, malu, semua perasaan itu bercampur baur dalam diri mereka. Mereka berpikir sangat pendek dengan kejadian yang menimpa mereka. Mereka hanya berpikir bagaimana bisa melenyapkan bayi itu dari pandangan mereka (betapa masih immature-nya cara berpikir mereka: dengan hilangnya bayi dari pandangan mata mereka maka persoalan pun selesai). Mereka akhirnya merasakan dampak dari semua perbuatan mereka. Penyesalan memang selalu datang belakangan.

* * *

Ada kisah lain yang sempat diberitakan di beberapa media. Kejadiannya didekat Jakarta, seorang ABG, sebut saja X yang jadi korban pemerkosaan hampir 15 orang remaja dan kejadiannya pun terjadi masih satu kampung dekat dengan rumah X. Di antara pelaku pun salah satunya adalah pacar X. Peristiwa itu diketahui keluarga karena X diantar pulang oleh temannya yang kemudian pingsan. Dari situ kemudian terungkap apa yang terjadi pada anak tersebut.

Dari penelusuran permasalahan yang dialami oleh X, terungkaplah sejumlah fakta yang seharusnya bisa menjadi perhatian kita semua selaku orangtua. X ternyata tidak tinggal sama orangtuanya. X sejak kecil diasuh oleh kakek dan neneknya yang sudah renta. Kedua orangtua X sudah bercerai, ibunya sudah menikah lagi dan menetap jauh di daerah Jawa Tengah. Ayahnya juga sudah menikah lagi dan tinggal di pinggiran Jakarta. Kadang-kadang disaat akhir pekan X dijemput oleh ayahnya untuk tinggal bersama ayahnya. Sudah jelas bahwa X merupakan korban dari keluarga broken home.

Kakek dan nenek bukanlah penanggung jawab utama terhadap pendidikan X, apalagi masih ada kedua orangtuanya. Orangtualah yang bertanggung jawab penuh terhadap pendidikan dan perkembangan anaknya. Terlebih dengan kakek dan nenek yang sudah renta, otomatis mereka pun tidak akan mampu mendidik cucunya secara maksimal. Inilah yang menyebabkan adanya kekosongan pendidikan maupun figur dalam diri X. 
Ketiadaan figur yang mendidik sepenuhnya, yang mengerti kondisi seorang remaja membuat X menjadi pribadi yang rentan. Ia akan mudah sekali dipengaruhi oleh pihak luar. 
Apalagi ketika memasuki masa remaja. Seorang remaja akan cenderung lebih suka berinteraksi dengan teman dibandingkan dengan orangtua mereka. Termasuk juga, mulai muncul dorongan ketertarikan terhadap lawan jenis.

Terungkap bahwa kejadian tersebut bukanlah yang pertama kali dialami oleh X. Sungguh fenomena yang sangat mengejutkan dan pastinya akan menusuk hati para orangtua. X yang baru saja duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama sudah mengenal kehidupan seks bebas jauh sebelum ia di SMP. X sudah melakukan seks bebas ketika  ia masih duduk di bangku Sekolah Dasar. Sungguh bukan peristiwa main-main lagi! Kejadian-kejadian seperti ini ternyata ada dan juga dekat dengan kehidupan kita. 
Orangtua seharusnya mau untuk berusaha lebih mengerti remaja mereka, agar remaja-remaja ini terhindar dari berbagai keburukan dan pergaulan bebas tadi.
Mari kita lihat remaja dengan melihat melalui kacamata mereka. Bagaimana konflik yang ada dalam diri mereka, tidak perlulah kita menghujat mereka.
Langkah terpenting yang harus diambil adalah berusaha semaksimal mungkin menyelamatkan remaja-remaja kita dari perilaku seks bebas, dari hubungan lawan jenis yang salah, yang melanggar norma, etika, maupun agama. Kita harus bisa membantu  remaja agar menjadi pribadi yang bertanggungjawab atas diri mereka dan juga orang lain.
Mereka tidak pernah menolak untuk dibimbing. Bahkan mereka mampu menjadi lebih baik ketika bantuan pendampingan diberikan pada mereka

Yup! Sekali lagi.. Wahai ayah.. ibu.. para orang tua.. Remaja sangat membutuhkan pendampingan dari orang dewasa. Mereka butuh bimbingan dan arahan agar mereka bisa melewati masa remajanya dengan sukses, ayo kita bantu dan bimbing mereka...!


Salam Hangat,
Ena Nurjanah
Relawan Pendamping Anak


Photo Credits:
thinkstockphotos.com.au,
Fotosearch Stock PhotographyRF,
queenieslittlekingdom.com,
tulsaworld.com,
knowabouthealth.com.