Penjara bukan tempat terbaik bagi anak (bag.4)
Selepas kunjungan ke rumah
S, saya melanjutkan perjalanan untuk mengunjungi rumah A. Saya berniat untuk menemui ibu A
dan menanyakan perkembangan A . Saat kami tiba di
rumah kaka A, hanya ada ibunya A yang memang sangat berharap kedatangan saya.
Beliau langsung menyambut saya dengan gembira. Ibu A kemudian menceritakan
bahwa pihak polres menyarankan untuk menggunakan penasehat hukum bapak H. Bapak
H ini akan memberikan jasanya secara probono kepada A.
Untuk memastikan bahwa
beliau yang menjadi penasehat hukumnya saya pun langsung menelpon beliau pada
saat itu dan berharap bisa bertemu beliau untukberkoordinasi terkait pemenuhan
hak A sebagai anak yang kebetulan ia sbenentar lagi akan mengikuti ujian akhir
di tingkat Sekolah Dasar. Dari bapak H ini juga saya mendapatkan informasi yang
pasti tentang keberadaan A. yaitu di lapas yang menyediakan tempat khusus bagi
tahanan anak.
Sebelum saya beranjak pulang, saya meminta ibu A untuk mengabari
saya setiap perkembangan
yang ada dalam penanganan kasus A. Tujuannya adalah agar saya bisa
mempersiapkan segala hal untuk bisa
memberikan bantuan yang maksimal bagi A.
22
Maret …..
Selepas dari sebuah kegiatan dan walaupun waktu sudah beranjak
menjelang magrib saya paksakan untuk tetap datang mengunjungi bapak H. Saya
tahu bapak H sangat sibuk, jadi saya harus tetap mengunjungi di hari yang sudah
kami tetapkan bersama.
Pertemuan dengan bapak H
cukup menyenangkan , sekalipun ketika kami terlibat dalam pembicaraan di telpon
waktu itu situasinya cukup tegang, karena adanya mispersepsi.
Syukurnya..pertemuan pertama itu mencairkan semua kesalahan persepsi
diantara kami. Bapak H sangat welcome dan apresiasi dengan
usaha yang saya lakukan. Beliau paham bahwa saya masih buta hukum, saya pun
jujur berharap arahan dari beliau yang sudah senior dalam kancah dunia
peradilan . Beliau banyak membantu saya dalam melakukan pendampingan terhadap A
di pengadilan. Karena saya dan bapak H sama-sama berniat menolong A maka semua
kendala yang kami temui bisa kami atasi bersama-sama
dengan penuh saling pengertian.
Kepada bapak H saya
menyampaikan harapan saya agar bisa mendapat arahan beliau
mengenai apa yang harus saya lakukan untuk anak yang berhadapan dengan
hukum terkait dalam pemenuhan hak A untuk bisa ikut ujian dan seandainya A
mendapatkan hukuman kurungan bisa mendapatkan hukuman tidak di lapas melainkan
di panti. Karena setiap kali penanganan terhadap ABH selalu terngiang-ngiang di
telinga saya bahwa “Penjara
bukan tempat terbaik bagi anak”.
29
Maret.....
Menjelang hari-hari dimulainya persidangan Saya menelpon bapak S.
Saya menanyakan perkembangan kesehatan S. Menurut bapak S, S sudah bisa makan
tanpa disertai muntah. Namun kondisi S masih lemah, tidak bisa banyak melakukan
aktivitas. Setiap habis bermain sebentar akan langsung terasa lelah dirasakan oleh
S. Yah..memang sangat kasihan kalau melihat kondisi S. Luka tusukannya cukup
banyak dan dalam sehingga butuh waktu lama untuk bisa memulihkan kondisinya.
Berkaitan dengan persiapan di persidangan saya berjanji pada bapak S bahwa saya
akan mendampingi S agar bisa menghadapi situasi persidangan dengan tenang dan
tidak cemas.
Selanjutnya…Saya menelpon ibunya A. Dari ibu A saya mendapat
informasi mengenai perkembangan A. Ibunya A telah menemui A di lapas.
Perkembangan terakhir ternyata para guru tempat A bersekolah tidak ada yang
bisa masuk ke lapas sehingga ada kemungkinan A hanya akan diikutkan dalam ujian
paket padahal A sudah terdaftar sebagai peserta ujian nasional seperti siswa
sekolah formal.
Apa
yang saya dengar dari ibu A adalah wujud dari ketidakseriusan banyak pihak
untuk memenuhi hak A untuk bisa tetap ikut ujian sekolah formal. Maka saya pun
mulai berpikir cara apa yang bisa saya lakukan agar A bisa tetap ikut ujian
sekolah dan ujian nasional sebagaimana siswa sekolah formal. Namun pada saat itu
saya belum tahu harus apa dan bagaimana. Saya sudah berdiskusi dengan beberapa
pihak namun tetap belum ada solusi.
Sebelum saya memutuskan
harus melakukan apa, yang pertama-tama saya inginkan adalah bisa menemui A di
lapas. Saya ingin mendengar langsung dari A apa yang terjadi
pada A dan bagaimana kondisi dan perkembangan A selama di lapas.
Saya sangat berkeinginan
untuk bisa masuk lapas, namun saya juga tahu bahwa tidak mudah untuk bisa masuk
ke lembaga itu. Hanya pihak keluarganya lah yang bisa masuk ke dalam lapas.
Sedangkan saya sebagai penasehat hukumnya pun bukan.
Saya sudah coba
berkoordinasi dengan beberapa pihak yang mengerti kondisi lapas dan ternyata
beberapa kali menemui jalan buntu. Padahal saya sudah berbicara dengan pegawai
lapasnya, berhubung saya hanya temannya teman orang itu, jadilah saya diberi
prosedur yang cukup rumit untuk bisa masuk ke sana. Susah rasanya kalau orang
baru seperti saya ini. seperti tahu rumah yang mau dituju tapi tidak tahu
dimana pintu masuk rumahnya. Dan… pada
akhirnya, cara terakhir yang mungkin adalah saya ikut
masuk mengunjungi A di lapas bersama-sama ibu A yang akan datang berkunjungi
pada kamis minggu ini.
Rupanya
Tuhan berkehendak lain. Hari rabu saya dikabari oleh ibu A bahwa harusnya
sidang hari rabu ini, namun berhubung pengadilan negeri sedang dalam keadaan
berkabung sehingga sidang di tunda menjadi esok hari atau hari kamis. Saya juga
sempet kaget kok begitu mendadak informasi persidangannya dan mengapa juga si ibu A baru menelpon saya?..yah..sudahlah..saya tidak mau berpikir lebih jauh, bagi saya yang penting si ibu masih mau tetap kooperatifkepada saya . Tapi sangat disyukuri kalau ternyata ada penundaan hari rabu ini, sehingga
saya masih berkesempatan untuk bisa menghadiri sidang pertamanya.
Saya
bersyukur….yang semula akan terbayang sulitnya saya berargumen agar bisa
ikut ibu
A untuk menjenguk
A di lapas, malahan dengan mudah bisa bertemu dengan A di sidangnya yang
pertama. Akhirnya, hari itu saya segera menyiapkan surat permohonan dan surat
tugas untuk hakim agar diizinkan ikut dalam persidangan tertutup kasus A.
to be continued
0 komentar: