Penjara bukan tempat terbaik bagi Anak (bag.3)
Hari Kesepuluh
Agenda saya hari
ini adalah mendatangi Polres setempat untuk bertemu Kepala Unit Perlindungan
Perempuan dan Anak (Kanit PPA) dengan tujuan untuk menanyakan perkembangan
kasus A dan juga menanyakan siapakah yang akan menjadi penasehat hukum A.
Kanit PPA nya seorang polwan. Ibu Z yang ramah dan sabar
mendengarkan berondongan pertanyaan dari saya yang jujur bisa dikatakan pemain
baru untuk terlibat dalam penyelesaian kasus hukum seperti ini.
Dari informasi ibu Z diketahui bahwa A masih berada di sel
tahanan Polsek tertentu yang memiliki tempat yang layak bagi tahanan anak. Ibu
Z juga mengatakan bahwa telah banyak penasehat hukum yang datang menawarkan
diri untuk menjadi penasehat hukum A.
Ibu Z menjelaskan bahwa penentuan siapa yang akan menjadi
penasehat hukum bagi A sepenuhnya menjadi kewenangan keluarga A. Pihak Polres
dalam hal ini melalui PPA hanya member saran saja kepada keluarga, namun
pilihannya tetap ada pada keluarga A.
….
Waktu terus berjalan hingga memasuki bulan maret. Itu
artinya A sudah menjalani masa penahanan penyidikan hampir 13 hari.
……
Pertengahan maret
Saya mengontak ibunya A. Saya menanyakan kepada beliau
siapakah yang akan menjadi penasehat hukum bagi A. Hal ini penting bagi saya
agar segera bisa berkoordinasi dengan penasehat hukum A dalam pemenuhan hak-hak
A sebagai anak sekaligus sebagai pelajar yang sudah berada diambang Ujian
Nasional.
Saya juga tidak lupa mengontak keluarga S yang menjadi
korban kebrutalan A. Saya menanyakan kondisinya dan mendo’akan kesembuhannya.
….
Dua hari kemudian..
Setelah saya menelpon keluarga korban dan keluarga pelaku
saya pun mengunjungi kediaman mereka.
Kunjungan pertama adalah rumah S. kunjungan saya kali ini
pun ternyata belum berhasil bertemu
dengan S. Ternyata, kemarin S dibawa kembali ke Rumah sakit. S yang sudah
memasuki hari ketiga di rumah ternyata masih kesulitan untuk mencerna makanan.
Sehingga setiap makanan yang masuk ke perutnya akan membuat ia menjadi mual dan
muntah dan kemarin S mengalami kondisi yang mengkhawatirkan sehingga
keluarganya membawa kembali S ke rumah sakit yang selama ini sudah merawat S.
Saya hanya bertemu dengan bapak S. Bapak S mengungkapkan
unek-unek yang dirasakannya mengenai keadaan anaknya kepada saya. Bapak S
khawatir bahwa anaknya tidak akan menjadi sempurna kondisinya karena begitu
banyak tusukan yang dideritanya. Bapak S tidak setuju dengan banyaknya
pemberitaan bagi si pelaku, karena menurutnya seharusnya anaknya lah yang menjadi korban yang seharusnya mendapat
perhatian dari berbagai media bukan malah mengekspos si pelaku dan seakan-akan
hanya mengasihani si Pelaku yang ditahan sedang anaknya yang menjadi korban malah
sangat minim pemberitaan. Bapak S berharap anaknya lah yang banyak mendapat
pertolongan dan bukan kepada pelaku.
Saya menyadari keterbatasan pemahaman bapak S, namun saya
tidak berani banyak menyela. Suatu hal yang wajar jika pada saat ini bapak S marah. Saya biarkan bapak S menumpahkan
kemarahannya pada saya. Hingga kemudian
akhirnya kemarahan bapak S mereda.
Dalam pertemuan dengan bapak S dengan berat hati saya harus
jujur mengatakan bahwa keberadaan saya
adalah untuk membantu kedua belah pihak baik korban maupun pelaku, karena
kedua-duanya masih anak-anak jadi harus tetap dilindungi hak-haknya.
Namun, saya juga menegaskan kembali kepada bapak S, bahwa
apa yang saya lakukan karena ada landasan hukumnya bukan tindakan semau saya
yang tanpa dasar. Bantuan yang saya berikan kepada pelakupun sesuai dengan apa
yang memang sudah ada dalam undang-undang perlindungan anak maupun dalam
undang-undang yang terkait dengan ABH (Anak Berhadapan dengan Hukum)
Saya juga mengingatkan bahwa bantuan terhadap korban telah
dilakukan oleh pihak pemkot. Sesuai
dengan aturan yang ada bahwa anak yang menjadi korban wajib mendapatkan biaya
pengobatan gratis. Untuk selanjutnya saya berjanji pada bapak S akan mencoba
berkoordinasi dengan pihak kementerian sosial terkait bantuan biaya pendidikan bagi
korban.
Saya juga menanyakan apa yang menjadi keinginan bapak S
terhadap A dan keluarganya. Bapak S sangat ingin pihak keluarga A mau datang ke
rumahnya dan mau meminta maaf dengan tulus kepada keluarga korban. Bapak S
mengatakan bahwa ia tidak dendam. Sebagai orang yang beragama ia mengaku bahwa
ia harus bisa memaafkan si pelaku, namun demikian ia tetap berharap bahwa hukum
bisa ditegakkan seadil-adilnya bagi pihak korban yang sudah menderita luka
berat.
Setelah cukup lama perbincangan saya dengan bapak S, akhirnya
saya pun pamit pulang. Saya
berjanji pada bapak S akan menyampaikan apa yang menjadi keinginan bapak S
terhadap keluarga pelaku.
Kedatangan saya ke rumah S hari ini ternyata bersamaan
dengan kehadiran wartawan salah satu
stasiun TV. Rupanya kasus ini sedang menjadi berita menarik, namun saya tetap
berharap tidak perlu ada ekspos identitas anak dalam pemberitaan mereka.
to be continued...
0 komentar: